RSS

Arsip Kategori: Kuliah Bulanan

kuliah bulanan adalah kajian rutin yang diadakan setiap satu bulan sekali di beberapa masjid dan majlis ta’lim yang ada disekitar jakarta dan Bekasi

Beristiqfarlah

(Arrahmah.com) – Dizaman yang serba tidak menentu ini ada baiknya kita menjadikan Istighfar sebagai salah satu amalan kita, untuk lebih membuat kita semangat melakukannya berikut uraian manfaat dari ber Istighfar.

1. Menggembirakan Allah

Rasulullah bersabda, “Sungguh, Allah lebih gembira dengan taubat hamba-Nya daripada kegembiraan salah seorang dari kalian yang menemukan ontanya yang hilang di padang pasir.” (HR.Bukhari dan Muslim).

2. Dicintai Allah

Allah berfirman, “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang mensucikan diri.” (QS.al-Baqarah: 222). Rasulullah bersabda, “Orang yang bertaubat adalah kekasih Allah. Orang yang bertaubat atas dosanya, bagaikan orang yang tidak berdosa.”(HR.Ibnu Majah).

3. Dosa-dosanya diampuni

Rasulullah bersabda, “Allah telah berkata,’Wahai hamba-hamba-Ku, setiap kalian pasti berdosa kecuali yang Aku jaga. Maka beristighfarlah kalian kepada-Ku, niscaya kalian Aku ampuni. Dan barangsiapa yang meyakini bahwa Aku punya kemampuan untuk mengamouni dosa-dosanya, maka Aku akan mengampuninya dan Aku tidak peduli (beberapa banyak dosanya).”(HR.Ibnu Majah, Tirmidzi).

Imam Qatadah berkata,”Al-Qur’an telah menunjukkan penyakit dan obat kalian. Adapun penyakit kalian adalah dosa, dan obat kalian adalah istighfar.” (Kitab Ihya’Ulumiddin: 1/410).

4. Selamat dari api neraka

Hudzaifah pernah berkata, “Saya adalah orang yang tajam lidah terhadap keluargaku, Wahai Rasulullah, aku takut kalau lidahku itu menyebabkan ku masuk neraka’. Rasulullah bersabda,’Dimana posisimu terhadap istighfar? Sesungguhnya, aku senantiasa beristighfar kepada Allah sebanyak seratus kali dalam sehari semalam’.” (HR.Nasa’i, Ibnu Majah, al-Hakim dan dishahihkannya).

5. Mendapat balasan surga

“Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui. Mereka itu balasannya ialah ampunan dari Tuhan mereka dan surga yang didalamnya mengalir sungai-sungai, sedang mereka kekal didalamnya; dan itulah sebaik-baik pahala orang-orang yang beramal.”(QS.Ali’Imran: 135-136).

6. Mengecewakan syetan

Sesungguhnya syetan telah berkata,”Demi kemulian-Mu ya Allah, aku terus-menerus akan menggoda hamba-hamba-Mu selagi roh mereka ada dalam badan mereka (masih hidup). Maka Allah menimpalinya,”Dan demi kemuliaan dan keagungan-Ku, Aku senantiasa mengampuni mereka selama mereka memohon ampunan (beristighfar) kepada-Ku.”(HR.Ahmad dan al-Hakim).

7. Membuat syetan putus asa

Ali bin Abi thalib pernah didatangi oleh seseorang,”Saya telah melakukan dosa’.’Bertaubatlah kepada Allah, dan jangan kamu ulangi’,kata Ali. Orang itu menjawab,’Saya telah bertaubat, tapi setelah itu saya berdosa lagi’. Ali berkata, ‘Bertaubatlah kepada Allah, dan jangan kamu ulangi’. Orang itu bertanya lagi,’Sampai kapan?’ Ali menjawab,’Sampai syetan berputus asa dan merasa rugi.”(Kitab Tanbihul Ghafilin: 73).

8. Meredam azab

Allah berfirman,”Dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.”(QS.al-Anfal: 33).

9. Mengusir kesedihan

Rasulullah bersabda,”Barangsiapa yang senantiasa beristighfar, maka Allah akan memberikan kegembiraan dari setiap kesedihannya, dan kelapangan bagi setiap kesempitannya, dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangka.”(HR.Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad).

10.Melapangkan kesempitan

Rasulullah bersabda,”Barangsiapa yang senantiasa beristighfar, maka Allah akan memberikan kegembiraan dari setiap kesedihannya, dan kelapangan bagi setiap kesempitannya dan memberinya rizki dari arah yang tiada disangka-sangka,”(HR.Abu Daud, Ibnu Majah dan Ahmad).

11.Melancarkan rizki

Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya seorang hamba bisa tertahan rizkinya karena dosa yang dilakukannya.”(HR.Ahmad, Ibnu Hibban dan Ibnu Majah).

12.Membersihkan hati

Rasulullah bersabda,”Apabila seorang mukmin melakukan suatu dosa, maka tercoretlah noda hitam di hatinya. Apabila ia bertaubat, meninggalkannya dan beristighfar, maka bersihlah hatinya.”(HR.Nasa’i, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, Tirmidzi).

13.Mengangkat derajatnya disurga

Rasulullah bersabda,”Sesungguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang hamba di surga. Hamba itu berkata,’Wahai Allah, dari mana saya dapat kemuliaan ini?’ Allah berkata,’Karena istighfar anakmu untukmu’.”(HR.Ahmad dengan sanad hasan).

14.Mengikut sunnah Rosulullah shallalhu ‘alaihi wasallam

Abu Hurairah berkata,”Saya telah mendengar Rasulullah bersabda,’Demi Allah, Sesungguhnya aku minta ampun kepada Allah (beristighfar) dan bertaubat kepada-Nya dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali’.”(HR.Bukhari).

15.Menjadi sebaik-baik orang yang bersalah

Rasulullah bersabda,”Setiap anak Adam pernah bersalah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang segera bertaubat.”(HR.Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Hakim).

16.Bersifat sebagai hamba Allah yang sejati

Allah berfirman,”Dan Allah Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya. (Yaitu) orang-orang yang berdo’a:”Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka,”(yaitu) orang-orang yang sabar, yang benar, yang tetap ta’at, yang menafkahkan hartanya (dijalan Allah), dan yang memohon ampun (beristighfar) di waktu sahur.”(QS.Ali’Imran: 15-17).

17.Terhindar dari stampel kezhaliman

Allah berfirman,”…Barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zhalim.”(QS.al-Hujurat: 11).

18.Mudah mendapat anak

Allah berfirman,”Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun (istighfar) kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan memperbanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula didalamnya) untukmu sungai-sungai.” (QS.Nuh: 10-12).

19.Mudah mendapatkan air hujan

Ibnu Shabih berkata,”Hasan al-Bashri pernah didatangi seseorang dan mengadu bahwa lahannya tandus, ia berkata, ‘Perbanyaklah istighfar’. Lalu ada orang lain yang mengadu bahwa kebunnya kering, ia berkata, ‘Perbanyaklah istighfar’. Lalu ada orang lain lagi yang mengadu bahwa ia belum punya anak, ia berkata,’Perbanyaklah istighfar’.(Kitab Fathul Bari: 11/98).

20.Bertambah kekuatannya

Allah berfirman,”Dan (dia berkata):”Hai kaumku, mohonlah ampun kepada Tuhanmu lalu bertobatlah kepada-Nya, niscaya Dia menurunkan hujan yang sangat deras atasmu, dan Dia akan menambahkan kekuatan kepada kekuatanmu, dan janganlah kamu berpaling dengan berbuat dosa.”(QS.Hud: 52).

21.Bertambah kesejahteraanya

Allah berfirman,”Maka aku katakan kepada mereka:”Mohonlah ampun kepada Tuhanmu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”(QS.Nuh: 10-12).

22.Menjadi orang-orang yang beruntung

Allah berfirman,”Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”(QS.an-Nur: 31).
Aisyah berkata,”Beruntunglah, orang-orang yang menemukan istighfar yang banyak pada setiap lembar catatan harian amal mereka.”(HR.Bukhari).

23.Keburukannya diganti dengan kebaikan

Allah berfirman,”Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal saleh; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”(QS.al-Furqan: 70).
“Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.”(QS.Hud: 114).

24.Bercitra sebagai orang mukmin

Rasulullah bersabda,”Tidak seorangpun dari umatku, yang apabila ia berbuat baik dan ia menyadari bahwa yang diperbuat adalah kebaikan, maka Allah akan membalasnya dengan kebaikan. Dan tidaklah ia melakukan suatu yang tercela, dan ia sadar sepenuhnya bahwa perbuatannya itu salah, lalu ia mohon ampun (beristighfar) kepada Allah, dan hatinya yakin bahwa tiada Tuhan yang bisa mengampuni kecuali Allah, maka dia adalah seorang Mukmin.”(HR.Ahmad).

25.Berkeperibadian sebagai orang bijak

Seorang ulama berkata,”Tanda orang yang arif (bijak) itu ada enam. Apabila ia menyebut nama Allah, ia merasa bangga. Apabila menyebut dirinya, ia merasa hina. Apabila memperhatikan ayat-ayat Allah, ia ambil pelajarannya. Apabila muncul keinginan untuk bermaksiat, ia segera mencegahnya. Apabila disebutkan ampunan Allah, ia merasa gembira. Dan apabila mengingat dosanya, ia segera beristighfar.” (Kitab Tanbihul Ghafilin: 67).

Wallahu a’lam bish showab..

– See more at: http://www.arrahmah.com/kajian-islam/25-dahsyatnya-istighfar.html#sthash.HGGuObBA.dpuf

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 29 April 2013 inci Kuliah Bulanan

 

DO’A MINTA DI TETAPKAN HATI DALAM IMAN

Doa Minta Di tetapkan Hati dalam Iman

“يا مُقَلِّبَ القلوب ثَبِّتْ قلبي على دينك رَبَّنَا لا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
Dari Ummu Salamah rh.,sesungguhnya Nabi Muhammad saw berdoa: wahai yang membolak-balikkan hati, engaku tetapkanlah hatiku atas agama-Mu, kemudian beliu membaca Qs.2:8.

Do’a Rasulullah ketika Bangun Malam

“لا إله إلا أنت سبحانك، اللهم إني أستغفرك لذنبي، وأسألك رحمة، اللهم زدني علمًا، ولا تزغ قلبي بعد إذ هديتني، وهب لي من لدنك رحمة إنك أنت الوهاب”
Dari ‘Aisyah rh. Sesungguhnya Rasulullah saw ketika bangaun malam(mendusin,ngililir pada waktu malam)berdoa:”Tidak ada tuhan kecuali engkau, maha suci engkau, Ya Allah sesungguhnya meminta ampun atas dosaku, dan aku meminta rahmat-Mu, Ya Allah tambahkanlah kepadaku ilmu,dan jangan engkau palingkan hatikusetelah engkau menunjukkan aku, dan berikanlah kepadaku dari sisi-Mu rahmat, karena engkaulah sebaik-baik pemberi rahmat.
Riwayat hadis diatas di ambil dari kitab Tafsir Ibnu Kasir ketika menafsirkan Qs.2:8

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 5 Mei 2011 inci Kuliah Bulanan, Tafsir

 

Mensyukuri Nimat Panjang UMur

Mensyukuri Nikmat Panjang Umur.
   •           •  •                                 
15. Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: “Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri”.
Imam Ibnu Kastir dalam tafsirnya mengatakan bahwa ayat seperti ini banyak di firmankan Allah setelah menyebutkan ketauhidan dan pengesaan kepadanya, lalu Allah SWT. Memerintahkan untuk berbuat baik, berbakti serta tunduk kepada kedua orang tua kita.
Dalam banyak ayat misalnya Allah berfirman dalam Qs. Al-Isra’:23 , Luqman :14 dan al-Ankabut ayat ke 8. Semua ayat tersebut menunjukkan adanya setelah seseorang bias bertauhid kepada Allah dan tidak mensekutukannya dengan apapaun dan sedikitpun Allah memerintahkan untuk berakhlak baik dengan kedua orang tua.
Imam Abu Dud meriwaytkan sebuah riwayat bahwa :”Ummu Sa’din berkata kepada anaknya yang bernama Sa’din. Bukankah Allha sudah memerintahkan untuk berbuat baik kepda kedua orang tua?maka aku tidak akan makan dan minum sampai mereka menjadikan kedua mulutnya terbuka untuk makan. Lalu turunlah Qs, al-Ankabut:8. HR. Muslim, Ibnu MAjah dan Ahl Sunan.
40 tahun adalah usia yang tidak sedikit, 40 tahun adlaah masa perubahan segalanya, yang kuat muali lemah, cantik kurang kecantikannnya, buruk berubah jadi baik itu harapannya.
{ وَبَلَغَ أَرْبَعِينَ سَنَةً } أي: تناهى عقله وكمل فهمه وحلمه. ويقال: إنه لا يتغير غالبا عما يكون عليه ابن الأربعين., Ibnu kasir menyatakan dalam tafsirnya, berkurang akalnya, sempurna pemahamnnya dan santunnya.sesungguhnya tidak akan berubah apa yang ada ketika usianya 40 tahun. Maksud kalimat itu adalah apabila orang usianya 40 tahun maka ia akan menentukan jalan hidupnya baik atau tambah buruk dan jelak. Nah ini dimuali ketka usia seseorang 40 tahun.
Ada satu riwayat yang menyatakan, Imam Masruq berkta”kapankah seseorang akan di hisab dosanya maka ia berkata :” ketika usinya 40 tahun, maka ambillah bekal dan persiapanmu.
Ada beberapa riwayat yang bias membantu untuk memahami ayat diatas lebih menggugah hati kita. Diantaranya:

وقال الحافظ أبو يعلى الموصلي: قال محمد بن عمرو بن عثمان، عن عثمان، عن النبي صلى الله عليه وسلم قال: “العبد المسلم إذا بلغ أربعين سنة خفف الله حسابه، وإذا بلغ ستين سنة رزقه الله الإنابة إليه، وإذا بلغ سبعين سنة أحبّه أهل السماء، وإذا بلغ ثمانين سنة ثبت الله حسناته ومحا سيئاته، وإذا بلغ تسعين سنة غفر الله له ما تقدم من ذنبه وما تأخر، وشفَّعه الله في أهل بيته، وكتب في السماء: أسير الله في أرضه”
Rasulullah bersabda: Seorang Muslim apabila usianya sudah sampai 40 tahun Allah akan meringankan hisabnya, dan apabila usianya 60 tahun Allah memberikan rizki kepadanya dengan bertaubat kepada Allah,dan apabila usianya sampai 70 tahun akan mencintainya penduduk langit, dan apabila usianya sampai 80 tahun Allah akan menetapakan kebaikannya dan menghapuskan kesalahanya,dan apabila usianya sampai 90 tahun Allah akan memaafkan kesalahan yang lalu dan yang akan datang serta Allah akan memberikan pertolongan kepada ahli keluarganya dan di tulis dilangit. HR. Abu Dawud. Ibnu kasir meberikan foot note bahwa hadi ini dhaif karena ada salah satu perawinya yang lemah , namun demikian hadis ini banyak riwayat dari jalan yang lain sehingga menjadi hadis hasan.

وقد قال الحجاج بن عبد الله الحكمي أحد أمراء بني أمية بدمشق: تركت المعاصي والذنوب أربعين سنة حياء من الناس، ثم تركتها حياء من الله، عز وجل.
Al Hajjaj bin ‘Abdullah alHukmy salah satu penguasa Bani Umaiyyah di Damsiq berkata:”Aku meninggalkan maksiat dan dosa kitika usiaku sampai 40m tahun karena malu kepada manusia, kemudian aku meninggalkannya Karen malu kepada Allah.

وقد روى أبو داود في سننه، عن ابن مسعود، رضي الله عنه، أن رسول الله صلى الله عليه وسلم كان يعلمهم أن يقولوا في التشهد: “اللهم، ألف بين قلوبنا، وأصلح ذات بيننا، واهدنا سبُل (9) السلام، ونجنا من الظلمات إلى النور، وجنّبنا الفواحش ما ظهر منها وما بطن، وبارك لنا في أسماعنا وأبصارنا وقلوبنا، وأزواجنا، وذرياتنا، وتب علينا إنك أنت التواب الرحيم، واجعلنا شاكرين لنعمتك، مثنين بها قابليها، وأتممها علينا

Sebagai kesimpulan dari kajian tafsir ayat diatas adalah bahwa:
1. Allah mewajibkan kepada kita untuk mentauhidkannya dengan tanpa musrik kepadanya.
2. Allah akan memberikan karunia rahmat dan keshalihan kepada keluarga kita apabila kita sendiri sebagai orang tua juga shalih.
3. Allah mewajibkan kepada semua manusia apapun agama dan warnanya untuk berbakti kepada ortu.
4. Usia 40 tahun adlah mahkota perubahan dan anugrah yang tidak boleh disissiakan apalagi dianggap biasa saj.
5. Bertobat dan membangun kehidupan yang lebih baik setelah usia 40 tahun adlah keharusan.

 
 

Tidak Sodakoh tidak Jihad Masuk syurga Pakai Apa?

Tidak Shodaqoh dan Tidak Jihad? Lalu dengan Apa Engkau Masuk Surga?
Bismillahirrohmaanirrohiim..
Sesungguhnya segala puji bagi Allah yang telah berfirman kepada hamba pilihan-Nya (Muhammad saw), “Sesungguhnya Aku mengutusmu untuk mengujimu dan menjadikanmu sebagai ujian. Dan Aku turunkan kepadamu sebuah kitab yang (kesuciannya) tidak dicuci dengan air, kamu bisa membacanya dalam keadaan tidur ataupun terjaga.”
Dan sesungguhnya Allah memerintahku untuk membakar orang Quroisy, lalu aku berkata, “Wahai Robb-ku, jika demikian kepalaku akan mereka pecah lalu mereka meninggalkannya seperti sepotong roti.” Allah menjawab, “Keluarkan mereka sebagaimana mereka mengeluarkanmu (mengusirmu). Perangi mereka, (karena) Kami menjadikanmu untuk berperang. Keluarkan (hartamu) karena kami akan membantumu. Utuslah tentara, akan kami utus lima kali tentara yang kau utus. Dan berperanglah bersama-sama dengan orang yang mentaatimu terhadap orang yang membangkangmu (bermaksiat kepadamu).” (HR. Imam Muslim)
Sholawat dan salam semoga tetap tercurah kepada penghulu mujahidin, Muhammad bin ‘Abdullah yang jujur dan terpercaya. Pernah (suatu saat) datang seorang lelaki kepada beliau lalu berkata, “Wahai Rasulullah, manusia telah meninggalkan kuda, meletakkan senjata dan mereka berkata, ‘tidak ada jihad lagi, perang telah usai.’ Lalu Rasulullah saw menghadap ke arah lelaki itu dan berkata, ‘mereka bohong, sekaranglah perang telah datang. Dan senantiasa ada dari sekelompok ummatku yang berperang membela kebenaran. Dan Allah menjadikan hati beberapa kaum condong (pada mereka) dan memberi mereka rizqi dari peperangan hingga hari kiamat atau hingga datang janji Allah. Sedangkan pada ubun-ubun kuda terikat kebaikan hingga hari qiamat.'” (HR. Imam an-Nasa’i dengan sanad shohih)
Juga kepada keluarga dan sahabat beliau yang mengetahui bahwa jihad adalah puncak tertinggi diin (Islam) ini. Maka berangkatkan pasukan perang di seluruh negeri dan perintahkan hamba-hamba Allah untuk berperang. Adapun kemudian Di bawah bayang-bayang serangan yang menyakitkan terhadap kesucian kaum muslimin dan dalam samudera perang salib ini dengan berbagai model dan persiapan(nya) terhadap ummat islam. Juga di bawah bayang-bayang masa mundurnya pembesar-pembesar dari jalan jihad dan dari melawan serangan musuh terhadap diin ini (Islam) dan kaum muslimin, aku bawakan ceramah (nasehat) ini untuk orang-orang ‘alim, pemuda dan kalangan ‘awam.
Kepada pemuda yang haus kepada kemuliaan yang merupakan pusaka (ummat), kepada ummat yang bingung di persimpangan jalan, kepada setiap muslim yang percaya terhadap kehormatan di dunia dan kebahagian di akhirat, ku bawakan risalah yang telah lama (telah disampaikan), (berpengaruh) kuat lagi menyala-nyala. Silahkan menyimak penyampaian berikut ini.
Wahai pemuda, wahai orang yang rindu untuk membela Diinullah (Islam), wahai orang yang memberikan nyawanya di hadapan Pelindungnya (Allah). Di sinilah hidayah dan petunjuk. Di sinilah hikmah dan kebenaran. Di sinilah mabuk pengorbanan dan kelezatan jihad. Hendaknya Engkau bersegera (bergabung) dengan batalion guntur. Hendaknya Engkau beramal di bawah panji para Nabi hingga tidak ada lagi fitnah dan seluruh diin milik Allah semata.
Kubawakan seruan yang tenang tapi lebih kuat dari pusaran angin puyuh yang berhembus keras. Seruan ke-tawadhu’-an tapi lebih tinggi dari puncak gunung. Seruan yang lepas dari fenomena semu, terjaga dengan kemuliaan kebenaran dan terpeliharanya wahyu, mewariskan kepada kaum mu’minin kemuliaan di dunia dan surga yang tinggi di akhirat. Aku katakan dalam ceramah ini insya Allah, sebagai bentuk tabarruk, mari berjihad… mari berjihad… mari berjihad… Sebagai permulaan aku katakan;
Wahai saudaraku! Jika mereka bertanya kepadamu ‘apakah jihad itu?’ Jawablah dengan jelas sebagaimana Nabi yang jujur lagi dipercaya saw menjawab pertanyaan seorang sahabat yang mulia, “Hijrah apa yang paling utama?” Beliau saw menjawab, “Jihad”. Sahabat itu bertanya, “Apakah jihad itu?” beliau saw menjawab, “Engkau perangi orang-orang kafir jika Engkau jumpai mereka.” Sahabat itu bertanya kembali, “Jihad apa yang paling utama?” Beliau saw menjawab, “Orang yang kudanya terluka dan darahnya mengalir.” (HR. Imam Ahmad, sedangkan imam yang empat sepakat bahwa jihad adalah perang dan membantu peperangan untuk meninggikan kalimatAllah)
Wahai saudaraku, kobarkan semangat untuk berperang. Karena Allah Yang Maha Perkasa yang berada di atas tujuh langit memerintahkan nabi-Nya, “Wahai nabi, kobarkanlah kaum mu’minin untuk berperang…” (QS. al-Anfal: 65). Dia juga berfirman, “Berperanglah di jalan Allah, tidak di bebani (untuk itu) kecuali dirimu. Semangati kaum mu’minin (untuk perang). Semoga Allah menghentikan gangguan orang-orang kafir. Padahal Allah maha kuat dan pedih siksaan-Nya.” (QS. an-Nisa’: 84). Allah Robb kita juga memerintahkan kita, “Jika kalian temui orang-orang kafir pukullah leher (bunuhlah) mereka …” (QS. Muhammad: 4)
Padahal ayat-ayat jihad di dalam kitab Allah (al-Qur-an) lebih dari seratus ayat. Sedangkan ayat-ayat itu menunjukkan kewajiban jihad dan kewajiban itu tertuju pada kaum muslimin. Sedangkan sebagian ayat-ayat yang lain memotivasi untuk jihad dan menjelaskan keutamaannya juga apa yang disiapkan Allah untuk mujahidin yang berupa pahala di akhirat dan mencela orang-orang yang meninggalkannya serta mencap mereka dengan kemunafikan dan sakit hatinya.
Wahai saudaraku, kobarkan semangat berperang! Karena sesungguhnya perang adalah fardhu ‘ain yang paling membutuhkan pengorbanan menurut kesepakatan ‘ulama’, fuqoha’, muhadditsin dan mufassirin. Hukum perang seperti hukum sholat, puasa dan haji. Bahkan dinukil dari Imam ad-Dusuqi dalam hasyiyahnya bahwa perang di utamakan terhadap haji. Sehingga orang yang meniggalkan perang berdosa besar. Sebagaimana dikatakan Ibnu Hajar al-Haitsami dalam kitabnya ‘az-Zawajir’.
Imam al-Qorofi menyebutkan, bahwa jika kewajiban-kewajiban atau hak-hak saling bertentangan, didahulukan yang mendesak atas yang leluasa. Didahulukan apa yang dikhawatirkan tertinggal (untuk mengerjakannya) atas apa yang tidak dikhawatirkan tertinggal mengerjakannya meskipun derajat amal yang tidak dikhawatirkan tertinggal itu lebih tinggi derajatnya dari yang dikhawatirkan tertinggal. Sedangkan Allah ta’ala berfirman: “Berperanglah kalian dalam keadaan ringan ataupun berat. Dan berjihadlah kalian dengan harta dan jiwa kalian, hal itu lebih baik bagi kalian jika kalian mengetahui.” (QS. At-Taubah: 41)
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya berkata, “Pertama-tama Allah ta’ala memerintahkan kaum mu’minin memerangi orang-orang kafir. Yang pertama kali diperangi adalah yang paling dekat kemudian yang lebih dekat dengan wilayah Islam. Karena itu, Rasulullah saw memulai peperangan terhadap kaum musyrikin jazirah ‘Arab. Maka tatkalah sudah selesai dari memerangi mereka, Allah taklukan untuk beliau Makkah, Madinah, Thoif, Yaman, Yamamah, Hajar, khoibar, Hadhromaut dan kota-kota yang lain berdekatan dengan Jazirah ‘Arab. Manusiapun masuk ke dalam Diinullah dengan berbondong-bondong dari berbagai suku-suku ‘Arab. Setelah itu semua, Allah syari’atkan memerangi ahlul kitab. Setelah beliau wafat, Abu Bakar ash-Shidiq melanjutkan urusan (perang) ini. Sehingga orang yang keluar dari Diin (islam) ini dan Ahlur Riddah (orang yang murtad) bisa kembali dalam Islam. Imam Ibnu Katsir menjelaskan hal ini hingga beliau berkata, “Urusan perang ini sempurna di tangan (‘Umar) al-Faruq yang syahid di mihrab (ketika sholat karena dibunuh, -pent).” Hingga di sini perkataan beliau.
Imam al-Qurthubi di dalam tafsirnya berkata mengenai firman Allah ta’ala, “berperanglah dalam keadaan dan berat…” beliau berkata, “Kadang keadaan mewajibkan semuanya untuk berperang… hingga perkataan beliau, dan itu jika jihad menjadi fardhu ‘ain bagi satu wilayah dari wilayah-wilayah kaum muslimin, wajib bagi penduduk negeri itu untuk berperang dalam keadaan ringan maupun berat, muda maupun tua.” Hingga di sini perkataan beliau.
Wahai saudaraku, kami memerangi mereka karena Rasulullah saw bersabda, “Aku diutus dengan membawa pedang menjelang hari kiamat hingga Allah semata yang diibadahi dan tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan rizqiku dijadikan di bawah bayang-bayang tombakku. Kehinaan dan kerendahan dijadikan bagi siapa yang menyelisihi perintahku. Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia (menjadi) golongan mereka.” (HR. Imam Ahmad)
Wahai saudaraku, kami memerangi kaum kuffar agar kami tidak di adzab Allah. Allah ta’ala berfirman, “Jika kalian tidak berperang, Allah adzab kalian dengan adzab yang pedih dan mengganti kalian dengan kaum lain sedangkan kalian tidak memberikan mudhorot pada-Nya sedikitpun. Dan Allah Maha Kuasa terhadap segala sesuatu.” (QS. At-Taubah: 39).Rasulullah saw juga bersabda, “Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad, kecuali Allah timpakan adzab yang merata pada mereka” (HR. ath-Thabrani dalam al-Ausath dengan sanad hasan)
Wahai saudaraku, adapun rasa takut kami terhadap apa yang dikabarkan oleh Nabi yang jujur lagi dipercaya adalah sebagaimana yang di riwayatkan Umamah al-Bahiliy ra, Rasulullah bersabda, “Siapa yang belum pernah berperang atau membekali orang yang berperang atau menanggung (beban) keluarga orang yang berperang, Allah timpakan bencana (layaknya kiamat) sebelum hari kiamat.” (HR. Imam Abu Dawud dengan sanad yang kuat)
Wahai saudaraku, di mana keterbetikkan jiwa ini terhadap jihad? Keterbetikkan jiwa yang hakiki yang mengikuti jawaban terhadap seruan ketika diserukan oleh seorang penyeru, “Wahai kuda Allah, melesatlah!” Di mana penempatan dan perjanjian terhadap jiwa untuk pergi berperang dan berperang? Di manakah kita ketika diperintah untuk berperang? Rasulullah saw bersabda, “Jika kalian diperintah untuk berperang, berangkatlah berperang!” (HR. Imam Bukhori)
Kenangan terhadap peperangan dan kesyahidan telah dikobarkan, Kerinduan terhadap negeri abadi yang kekal. Raungan singa Allah di berbagai medan, seberapa menyalakah tampak kerinduanku terhadapa jihad. Wahai saudaraku, tahukah Anda mengapa kami berperang? Kami berperang agar tidak muncul sifat munafiq pada diri kami. Dalam shohih muslim terdapat sebuah hadits Abu Huroiroh ra yang berkata,Rasulullah saw bersabda, “Siapa yang mati dalam keadaan belum pernah berperang dan tidak terbetik dalam hatinya untuk berperang, maka ia mati di atas cabang kemunafikan.”
Imam an-Nawawy berkata, “Maksudnya, siapa yang menjadi seperti di sebutkan hadits ini, maka sungguh dia telah menyerupai orang-orang munafiq yang menyelisihi (tidak mau) jihad dalam sifat ini. Karena sesungguhnya meninggalkan jihad adalah cabang kemunafikan. Maka waspadalah, waspadalah wahai saudaraku terhadap menyerupai kaum munafiqin atau Anda mati dalam keadaan membawa cabang kemunafikan.
Wahai saudaraku, kami berperang untuk melaksanakan perintah Allah agar menteror musuh(Nya), bersikap kasar kepada mereka, mengangkat kehinaan dari diri kita, kembalinya kemuliaan pada kita dan munculnya rasa takut di hati musuh-musuh kita. Sehingga kita bisa hidup dengan layak dan bisa menjaga kerusakan di bumi yang diakibatkan meninggalkan jihad. Allah ta’ala berfirman, “Jika kalian tidak melakukannya (memberikan loyalitas pada kaum mu’minin dan melenyapkan kaum kafirin -tafsir jalalain) akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (QS. al-Anfal: 73). Allah ta’ala juga berfirman, “Dan persiapkan kekuatan yang kalian mampu untuk (memerangi) mereka dan dari kuda yang tertambat, agar kalian bisa menteror musuh Allah dan musuh kalian dengan persiapan itu.” (QS. Al-Anfal: 60)
Wahai saudaraku, di mana sambutan itu? Padahal Allah jalla jalaluh berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sambutlah Allah dan Rosul jika menyeru kalian kepada apa yang membuat kalian hidup (yang berupa urusan diin, termasuk di dalamnya urusan perang). Dan ketahuilah bahwa Allah menghalangi antara seseorang dan hatinya. Dan kepada-Nya kalian akan di kumpulkan.” (QS. Al-Anfal: 24)
Adapun rasa takut kami terhadap diri kami jika di jadikan dalam golongan yang Allah katakan, “Katakan (hai Muhammad), ‘jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, istri-istri, keluarga dan harta kalian yang kalian khawatirkan kerusakannya, juga tempat tinggal yang kalian senangi itu lebih kalian cintai dari Allah, Rosul-Nya dan jihad di jalan-Nya, maka tunggulah hingga Allah mendatangkan keputusan-Nya. Padahal Allah tidak memberi hidayah kepada orang-orang fasiq.” (QS. At-Taubah: 24)
Cukuplah hal ini sebagai ancaman, peringatan dan terror bagi orang yang meninggalkan jihad sedangkan dia mampu tapi benci terhadapnya dan tenang terhadap keluarga dan harta yang ada padanya. Kepada Allah saja pengaduan ini. Bagaimana Anda pelajari atsar-atsar jihad sedangkan Anda tidak terlihat (melakukannya), cahaya-cahayanya terhapus di tengah manusia, malamnya menjadi gelap setelah disinari (cahaya) bulan, dan siangnya menjadi gelap setelah terang?
Ya Allah, bagaimana jiwa-jiwa membencinya padahal Allah Yang Maha Perkasa lagi Mulia berfirman, “Telah diwajibkan berperang kepada kalian padahal perang itu kalian benci. Bisa jadi kalian membenci sesuatu padahal itu baik bagi kalian dan bisa jadi kalian menyukai sesuatu padahal itu buruk bagi kalian. Allah yang mengetahui sedangkan kalian tidak mengetahui.” (QS. Al-Baqoroh: 216)
Bagaimana bisa jihad ditinggalkan padahal Allah memerintahkannya kepada orang-orang yang beriman dengan firman-Nya, “Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan tidak pula pada hari akhir begitu juga orang-orang yang tidak mengharamkan apa yang Allah dan Rosul-Nya haramkan serta tidak ber-diin dengan diin yang benar dari kalangan Ahlul Kitab hingga mereka memberikan jizyah dari tangan (mereka) sedangkan mereka (hidup) dalam keadaan hina.” (QS. At-Taubah: 29)
Bagaimana (perang bisa ditinggalkan) padahal dengan perang itu Allah menolak (gangguan) kaum musyrikin? Allah ta’ala berfirman, “Kalau saja Allah tidak menolak sebagian manusia dengan sebagian yang lain tentulah sudah dirobohkan biara-biara, gereja-gereja dan masjid-masjid yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (diin)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa.” (QS. Al-Hajj: 40)
Wahai saudaraku, dahulu sahabat-sahabat Rasulullah saw membawa jiwa mereka di atas telapak tangan mereka mencari kematian yang merupakan sebuah keyakinan untuk meninggikan kalimat Allah. Sampai orang yang di beri ‘udzur oleh Allah pun berlomba untuk jihad. Imam Ibnul Mubarok mengeluarkan (kisah) dari ‘Athiyyah bin Abu ‘Athiyyah bahwa dia melihat ‘Abdullah bin Ummi Maktum ra padahal beliau adalah orang buta, pada suatu hari di hari-hari perang al-Qadisiyyah, beliau membawa baju besi yang lebar beliau seret ke barisan dalam medan jihad.
Inilah ‘Amru bin al-Jamuh ra yang sudah tua lagi pincang, beliau tidak mengikuti perang Badar karena beliau pincang. Maka tatkala terjadi perang Uhud dia perintahkan anak-anaknya untuk membawanya keluar lalu merasa terganggu karenanya. Hingga beliau berkata pada mereka, “Jauh sekali, jauh sekali! Kalian telah menghalangiku masuk surga pada perang Badar, sedangkan sekarang akan kalian halangi aku pada perang Uhud.”
Juga dikatakan kepada Miqdad bin Usud ra ketika beliau bersiap-siap untuk berperang, “Allah telah memberimu udzur.” Beliau malah menjawab, “Kami terbebani dengan al-Bahuts (sang pembahas).” Maksud beliau adalah surat at-Taubah karena surat itu membahas orang-orang munafiq dan menyingkap (sifat-sifat) mereka. Kisah ini disebutkan oleh Imam al-Qurthubiy. Alangkah indahnya para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik. Alangkah cepatnya sambutan mereka dan kerakusan mereka terhadap jihad…
Allah Yang Maha Benar lagi Maha Mulia dan Tinggi berfirman, “Hendaknya orang-orang yang membeli akhirat dengan kehidupan dunia berperang di jalan Allah. Siapa yang berperang di jalan Allah lalu terbunuh atau menang, maka Allah beri dia pahala yang besar.” (QS. An-Nisa’: 74). Dari Abu Dzar al-Ghifari ra berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah saw, “Amal apa yang paling utama?” Rasulullah menjawab, “Iman kepada Allah dan berjihad di jalannya.” (Muttafaq ‘alaih)
Wahai saudaraku, kami berperang di jalan Allah hingga kekafiran tidak memimpin. Bagaimana (sekarang) padahal kekafiran telah memimpin. Allah ta’ala berfirman, “Perangilah mereka hingga tidak ada lagi fitnah dan diin ini menjadi milik Allah.” (QS. Al-Anfal: 39) Sedangkan yang dimaksud fitnah adalah kesyirikan.
Wahai saudaraku, jihad adalah amal yang tidak bisa ditandingi dengan amal sholih apapun. Dari Abu Huroiroh ra berkata, “Wahai Rasulullah, apa yang bisa menandingi jihad?” Beliau saw menjawab, “Kalian tidak akan mampu.” Beliau mengulanginya dua atau tiga kali perkataan, “kalian tidak akan mampu.” Kemudian beliau berkata, “Perumpamaan mujahid (orang yang berjihad) di jalan Allah seperti perumpamaan orang yang berpuasa, shalat dan bersungguh-sungguh terhadap ayat-ayat Allah. Tidak berhenti sholat dan puasa hingga mujahid di jalan Allah itu kembali (selesai berjihad).” (Muttafaq ‘alaih)
Ketahuilah, semoga Allah memberi taufiq padaku dan pada Anda, bahwa tidurnya mujahid lebih utama dari bangun malam dan puasa di siang hari. Ibnul Mubarok dalam sanadnya menyebutkan, Abu Huroiroh ra berkata, “Sanggup-kah salah seorang di antara kalian sholat dan tidak putus-putus dan puasa juga tidak berbuka selama dia masih hidup?” Ada yang berkata, “siapa yang sanggup begitu wahai Abu Huroiroh?” beliau menjawab, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidurnya seorang mujahid lebih utama”
Wahai saudaraku, bagaimana bisa kita mudah untuk duduk sedangkan kita di bawah naungan berbagai sistem yang lepas dan menjauhi hukum syari’at serta menggantinya dengan sekulerisme, berhukum dengan demokrasi dan mengakui kebebasan pendapat dan pendapat lain (yang menyelisihinya) meskipun di atas jalan untuk melepaskan Syari’at (peraturan) Islam dan mencela Rosul kita yang mulia ‘alaihi sholatu was salam.
Wahai saudaraku, apakah Anda akan duduk sedangkan negeri-negeri kaum muslimin di tangan perampas? Apakah Anda tetap duduk sedangkan kehormatan kaum muslimah di hadapan para penjaga penjara? Saudaraku, apakah Anda tetap duduk sedangkan kita masih dihukumi dengan sistem-system buatan dunia, terkadang dengan hukum nasionalis terkadang dengan hukum sekuler?
Apakah Anda tetap duduk sedangkan kita hidup di bawah hukum-hukum yang memelihara persekutuan salibis dalam memerangi Islam? Sebagaimana kita melihat yang terjadi di Afghanistan, Iraq, Palestina, Maghrib Islamy (Aljazair), Jazirah ‘Arab dan negeri-negeri kaum muslimin yang lainnya.
Wahai saudaraku, bagaimana kita bisa duduk padahal kita telah diperintah berperang oleh amir kita Syaikh Usamah bin Ladin beserta komandan-komandan tentara yang lain. Katakan padaku, demi Allah bagaimana merubah kenyataan pahit ini tanpa jihad dan perang?!
Wahai saudaraku, hari ini Anda diperintah berperang dari saudara-saudara (kita) yang jujur yang berjalan di atas ‘aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, mereka bukan orang-orang khowarij yang ghuluw suka mengkafir-kafirkan, juga bukan golongan murji’ah yang diserang lalu menyerah, tapi di atas kehendak Allah dan Rosul-Nya lah mereka berjalan.
Inilah dia kelompok yang beriman yang mengangkat panji tauhid yang murni di atas madzhab لكمْ دينُكم وليَ دين, bagi kalian diin kalian, dan bagiku diinku, bagi kalian syariat, manhaj dan pemikiran kalian yang menyelisihi seruan (Muhammad) penghulu para rosul dan pemimpin para mujahidin, sedangkan bagi kami diin Muhammad bin ‘Abdullah yang jujur dan terpercaya. Karena beliaulah perang menjadi ada hingga hari kiamat. Mengapa kita mundur dan berlambat-lambat?
Wahai saudaraku, kita masih terbelenggu oleh pemikiran yang bernama mashlahat dan mafsadat tanpa mengenal syarat-syarat dan perkataan ahlul ‘ilmi mengenainya.
Apakah Anda akan membelenggu kami meskipun dengan meninggalkan ‘amal yang sesuai dengan nash-nash al-Qur-an, hadits nabi, dan ijma’ ummat, lalu memutarbalikkan hakikat-hakikat dan makna-maknanya, kita hilangkan maksud Allah dan kita rubah maksud Rasulullah dengan nama mashlahat dan mafsadat yang sesuai akal bukan yang sesuai syari’at. Di mana kita untuk melaksanakan tindakkan para sahabat yang mulia???
Imam al-Qurthubiy di dalam tafsirnya mengatakan, “Abu Tholhah ra membaca, “berperanglah dalam keadaan ringan maupun berat…” lalu beliau berkata, “Wahai anakku fasilitasilah aku.” Lalu anaknya pun menjawab, “Semoga Allah merahmati Anda, Anda telah berperang bersama nabi hingga beliau wafat, juga bersama Abu Bakar hingga beliau wafat dan bersama ‘Umar hingga beliau wafat. Sedangkan (sekarang) kami berperang karena Anda.” Lalu beliau menjawab, “Tidak, fasilitasi aku.” Lalu beliau berperang di laut, hingga wafat di laut. Hingga yang lain tidak mendapatkan pulau untuk menguburnya kecuali setelah 7 hari, lalu beliau dikuburkan dalam pulau itu sedangkan jasadnya tidak berubah. Semoga Allah meridhoi beliau.
Aku katakan kepada orang-orang yang masuk ke dalam jama’ah-jama’ah Islam sebagai sebab untuk membela diin ini, kepada orang-orang yang memiliki niat yang baik, apabila yang diinginkannya itu tidak ada (dalam jama’ah yang dimasukinya), carilah jama’ah (lain) yang mengangkat syi’ar Islam sesuai dengan manhaj Ahlus Sunnah, ilmu dan amal-nya.
Carilah jama’ah yang menjadikan langkah dan perjalanan Nabi saw sebagai manhaj dan perilaku-tindakan. Carilah jama’ah yang memiliki prinsip-prinsip landasan sesuai prinsip-prinsip landasan Islam, sesuai prinsip-prinsip landasan yang dimaksud Allah dan Rosul-Nya, sebagaimana yang dipahami oleh Nabi saw dan sahabat-sahabatnya yang mulia. Carilah sebuah jama’ah yang menggabungkan antara ‘ilmu, da’wah dan jihad, tanpa meniadakan salah satunya atau menyimpangkan makna-maknanya. Bahkan Anda harus beramal sesuai dengan apa yang dilakukan nabi dan sahabat-sahabatnya tanpa tahrif (penyimpangan) dan ta’thil (peniadaan).
Wahai pemuda kebangkitan! Bergabunglah dengan qiyadah-qiyadah yang menjadikan darah mereka dan darah kalian sebagai energi untuk menyebarkan tauhid dan sebagai percikan api untuk menegakkan khilafah islamiyyah. Bukan untuk klaim-klaim yang menjadikan tulang-belulang kalian sebagai tangga untuk naik, sehingga, ketika tidak bisa naik, mereka lepaskan pokoknya, tampaklah aib dan kepalsuannya. Hanya pada Allah tempat mengadu.
Kepada pemuda kebangkitan, kepada orang yang kami kenali mereka dalam halaqoh-halaqoh dzikir dan ‘ilmu, kepada orang yang kami kenali mereka dalam ladang da’wah dan medan pembelajaran, kepada pemilik mimbar-mimbar kebebasan, aku seru mereka kepada apa yang diserukan amir Tanzhim al-Qo’idah di Jazirah ‘Arab, Amir Abu Bashir Nashir al-Wuhaisyi hafizhohulloh. Beliau adalah pemuka da’wah Nabi saw. Aku seru kalian agar menyeru manusia kepada hukum syari’ah dan mengimplementasikannya di daerah-daerah dan tempat-tempat di mana kalian berada. Aku seru kalian untuk berperang di jalan Allah dengan jiwa dan harta. Juga untuk menunjukkan pada manusia terhadap millah kakek moyang kita Ibrahim dan da’wah Nabi saw kita yang terpercaya.
Wahai pemuda kebangkitan! Jelaskan kepada generasi yang menapaki perjalanan para pahlawan dan pemahaman terhadap al-wala’ dan al-baro’ (loyalitas dan anti loyalitas). Wahai pemuda kebangkitan! Tidak samar lagi bagi kalian bahwa zakat adalah Rukun Islam yang ketiga. Padahal zakat telah didekatkan dengan sholat di banyak tempat dari ayat-ayat al-Qur-an. Allah ta’alah berfirman, “Dan dirikanlah sholat dan tunaikan zakat” (QS. Al-Baqoroh: 43)
Di atasnyalah kekuasaan ini berrotasi. Maka kumpulkanlah harta dari shodaqoh dan zakat untuk saudara-saudara kalian yang berjihad.
Adapun kalian wahai para ‘ulama’ yang jujur! Hendaklah kalian menjelaskan kepada ummat mengenai permasalahan-permasalahan iman dan kufur, permasalahan-permasalahan nama-nama dan hukum-hukumnya, permasalahan-permasalahan tauhid dan syirik, mengenai millah kakek moyang kita Ibrahim, mengenai hukum Islam terhadap sekulerisme dan antek-anteknya, mengenai hukum Islam terhadap pemerintahan-pemerintahan yang loyal terhadap yahudi dan nashroni, dan mengenai hukum bekerjasama dengan mereka menurut petunjuk kalimat ‘laa ilaaha illallah’.
Jelaskan kepada ummat hukum kelompok yang melarang dan enggan terhadap salah satu syi’ar diin, juga terhadap amar ma’ruf dan nahi munkar. Jelaskan kepada ummat hukum menjual urusan kaum muslimin, juga hukum berfatwa untuk kebaikan orang-orang murtad. Jelaskan kepada ummat hukum membiarkan kaum muslimin dan hukum meniadakan jihad. Jelaskan kepada ummat hukum mempolitiki manhaj-manhaj diin agar sesuai dengan opini penguasa. Jelaskan kepada ummat hukum-hukum riddah dan hukum bekerja sama dengan murtaddin.
Wahai ‘ulama’ ummat! Jangan kalian larang melirik pada studi siroh (sejarah) Abu Bakr as-Shidq ra dan orang-orang jujur yang melalui manhaj beliau. Wahai ulama ummat! Cukuplah kalian diam pada masa ummat ini dikoyak-koyak dan pada masa kaum ruwaibidhoh berbicara.
Kepada Anda wahai saudaraku mujahidin! Kepada orang yang kakinya berdebu di jalan Allah. Kepada orang yang pernah menempati perbatasan dalam medan-medan jihad. Kepada orang yang memiliki kemampuan / kekuatan dalam menolak serangan musuh terhadap diin dan kehormatan. Kepada orang yang pernah menginjakkan kakinya di bumi Afghanistan, Chechnya ataupun ‘Iraq. Kepada mereka semua aku katakan:
Allah ta’ala berfirman,”Penuhilah janji Allah jika kalian sudah berjanji dan jangan batalkan sumpah setelah meneguhkannya padahal kalian telah menjadikan Allah sebagai saksimu atas sumpahmu. Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kalian kerjakan. Dan jangan menjadi seperti orang-orang yang melepaskan benangnya setelah diikat dengan kuat hingga menjadi cerai berai. Kalian jadikan sumpah kalian sebagai alat penipuan, agar satu golongan menjadi lebih mendapat untung dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kalian dengan hal itu sedangkan pada hari kiamat Allah jelaskan kepada kalian mengenai hal yang kalian perselisihkan.” (QS. An-Nahl: 91-92)
Wahai saudaraku mujahidin! Inilah Imam Makhul dari kalangan ‘ulama’ tabi’iin. Beliau pernah menghadap qiblat dan berdoa kemudian bersumpah dengan sepuluh sumpah bahwa perang adalah kewajiban bagi kalian wahai kaum muslimiin. Kemudian beliau berkata, “jika kalian menghendaki akan aku tambah sumpahku.” Kisah ini dibawakan oleh Imam ‘Abdur Rozzaq dalam Mushonnafnya. Inilah Sa’iid bin al-Musayyib, Imam bagi taabi’iin rohimahulloh, beliau termasuk fuqoha’ madinah. Beliau keluar untuk berperang padahal salah satu matanya hilang dan dikatakan kepadanya, “Anda adalah orang cacat.” Lalu beliau jawab, “Allah telah memerintahkan berperang dalam keadaan ringan maupun berat. Jika aku tidak memungkinkan untuk perang aku bisa untuk memperbanyak jumlah personel dan aku jaga barang (kita).” Di kisahkan oleh Imam al-Qurthubiy.
Wahai saudaraku mujahidin! Aku ingatkan Anda, ku ingatkan Anda terhadap janji ini. Hendaknya Anda mengemban menjaga panji dan meneruskan perjalanan, hingga diin ini menang atau Anda wafat sebagaimana wafatnya para pendahulu yang menempuh jalan yang Anda tempuh. Teruskan perjalanan ini, agar Anda sukses terhadap ujian dari Allah. Karena sesungguhnya hasil pelajaran ditentukan pada akhir amalnya.Allah ta’ala berfirman, “Dan sungguh akan kami uji kalian hingga kami ketahui orang-orang yang berjihad di antara kalian dan orang-orang yang bersabar juga agar kami mengetahui perihal keadaan kalian.” (QS. Muhammad: 31)
Wahai kaum muslimin! Cukuplah bagi kita kehilangan Andalusia, Khilafah Utsmaniyah, Palestina dan Imaroh Tholiban. Berangkatlah! Berangkatlah berperang di bumi jihad. Imam as-Syaukani berkata dalam kitab as-Saylil Jaror,”Adapun memerangi orang-orang kafir dan menawari mereka untuk masuk Islam, membayar jizyah atau membunuhnya (jika tidak memilih salah satu dari dua yang pertama -pent) adalah hal yang ma’lum termasuk hal yang penting dalam urusan diin. Karena hal itulah Allah mengutus Rosul-Nya dan menurukan kitab-Nya. Rasulullah saw, semenjak beliau diutus Allah Ta’ala untuk memegang urusan ini (perang), senantiasa menjadikan urusan ini termasuk tujuan-tujuannya yang terbesar dan termasuk urusan yang paling penting. Juga tidak disebutkan ketika beliau meninggalkan mereka (para sahabat), mereka menjadi meninggalkan perang, lalu menjadi perkara yang mansukh (dihapus) oleh ijma’ kaum muslimin.”
Hingga di sini perkataan Imam as-Syaukani rohimahulloh. Renungkanlah perkataan ini wahai saudaraku. Perkataan di atas adalah ketika jihad fardhu kifayah, bagaimana menurut Anda ketika jihad fardhu ‘ain sebagaimana keadaannya di zaman kita ini??!Sedangkan kepada orang yang lisannya lancang dengan mencela dan mengolok-olok mujahidin, menyebarkan isu-isu atau melemahkan (semangat) untuk jihad, aku katakan kepada mereka Allah ta’ala berfirman, “Seandainya mereka (memang) hendak keluar (untuk perang) pastilah mereka mempersiapkan persiapan untuk itu. Akan tetapi Allah tidak menghendaki keberangkatan mereka sehingga Dia lemahkan (semangat) mereka dan dikatakan kepada mereka, “Duduklah bersama orang-orang yang duduk.” Jika mereka berangkat bersama kalian, niscaya mereka tidak menambah kalian selain dari kerusakan belaka, dan tentu mereka akan bergegas maju ke muka di antara barisanmu, untuk membuat gangguan di antara kamu; sedang di antara kamu ada orang-orang yang suka mendengarkan perkataan mereka. Dan Allah mengetahui orang-orang yang zholim.” (QS. At-Taubah: 46-47)
Allah ta’ala juga berfirman, “Ketahuilah bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah permainan, kesia-siaan, bersenang-senang dengan perhiasan, berbangga-bangga di antara kalian dan berbanyak-banyakan harta serta anak. Seperti hujan yang menjadikan petani terheran-heran karena dapat menumbuhkan tanamannya kemudian tanaman itu menjadi kering lalu menjadi hancur. Padahal di akhirat itu masih terdapat adzab yang keras dan ampunan serta keridhoan dari Allah. Sedangkan kehidupan di dunia tidak lain hanyalah perhiasan yang semu.” (QS. Al-Hadid: 20)
Wahai kalian orang yang mencela pemuda kami yang berjihad!
Hentikan celaan dan pengingkaran kalian, Apakah layak dicela orang yang rindu terhadap surga dan kenikmatannya, sedangkan dia selalu berjalan mengikuti para sahabat,Apakah patut dicela orang yang meninggalkan dunia beserta kesia-siannya, Sedangkan dia berperang dengan tekad yang merdeka,Apakah layak dicela orang yang menjual murah dirinya pada Allah lagi menginginkan surga firdaus sebagai tempat tinggal yang terbaik, hingga mereka meninggalkanjihad dan pelakunya karena celaan kalian, Waspadailah sifat kemunafikan, waspadailah!
Barang siapa yang belum pernah berperang atau meniatkan hatinya untuk perang, lalu mati, maka kematiannya adalah kematiaan orang-orang jahat, Sesungguhnya jihad adalah jalan untuk mendapat kemuliaan, Dengan meninggalkannya akan mendapat kehidupan hina dan rendah.
Imam al-Hakim dalam mustadroknya mengeluarkan hadits dengan sanad jayyid, baik untuk digunakan sebagai hujjah, juga dishohihkan oleh Imam adz-Dzohabiy. Hadits ini juga diriwayatkan oleh Imam at-Thabraniy dan Imam al-Bayhaqiy, dari Basyir bin al-Khoshoshiyyah ra berkata,”Aku datang kepada kepada Rasulullah saw untuk berbai’at masuk islam. Maka beliau mensyaratkan kepadaku untuk bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi selain Allah dan bahwa Muhammad adalah hamba dan rosul-Nya, sholat lima waktu, puasa Romadhon menunaikan zakat, haji ke baitullah dan berjihad di jalan Allah.” Dia lanjutkan, “Wahai Rasulullah, ada dua yang aku tidak mampu, yaitu zakat karena aku tidak memiliki sesuatu kecuali sepuluh dzaud (sekelompok unta) yang merupakan titipan dan kendaraan bagi keluargaku. Sedangkan jihad, orang-orang yakin bahwa yang lari (ketika perang) maka akan mendapat kemurkaan dari Allah, sedangkan aku takut jika ikut perang lalu aku takut mati dan ingin (menyelamatkan) jiwaku.” Lalu Rasulullah menggenggam tangannya kemudian menggerakkannya lalu berkata, “Tidak shadaqah dan tidak jihad? Dengan apa engkau masuk surga?” Lalu Rasulullah menggenggam tangannya kemudian menggerakkannya lalu berkata, “Tidak shadaqah dan tidak jihad? Dengan apa engkau masuk surga?”
Renungkanlah wahai saudaraku yang mulia perkataan Rasulullah sang pilihan saw, “Tidak shodaqoh dan tidak jihad? Lalu dengan apa Engkau masuk surga?” Dengan apa Anda masuk surga? Wahai orang-orang yang cuek! Inilah Beliau Rasulullah saw yang mengatakan, “Tidak shodaqoh dan tidak jihad? Lalu dengan apa Engkau masuk surga?” Allah ta’ala berfirman,”Apakah kalian mengira akan masuk surga padahal belum datang ujian yang semisal dengan yang menimpa orang-orang sebelum kalian. Mereka ditimpa gangguan dan marabahaya serta digoncangkan seguncang-guncangnya hingga Rosul dan orang-orang yang beriman yang bersamanya berkata, “Kapankah pertolongan Allah datang?” Ketahuilah, bahwa pertolongan Allah sangatlah dekat.” (QS. Al-Baqoroh: 214)
Wahai hamba-hamba Allah! Tidak shodaqoh dan tidak jihad? Dengan apa Anda masuk surga? Hendaknya setiap orang di antara kita mengulang-ulang pertanyaan ini, agar bisa menjawabnya sebelum datang hari kiamat sebagaimana Allah ta’ala berfirman, “Pada hari tidak bermanfaat harta tidak juga anak. Kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat (dari syirik dan kemunafikan -tafsir jalalain)” (QS. As-Syu’aro’: 88-89)
Dalam akhir penutupan, ya Allah Yang menurunkan kitab, Maha cepat hisab-Nya, kalahkan kelompok-kelompok musuh Islam. Ya Allah kalahkan mereka, goncangkan mereka dan tolonglah kami dalam menghadapi mereka.
Ya Allah tolonglah mujahidin di bumi ‘Iraq, Palestina, Afghanistan, Maghrib Islamy, Jazirah ‘Arab, Somalia dan di setiap tempat. Ya Allah tolonglah mereka dalam menghadapi musuh mereka, tepatkan tembakan mereka dan sembuhkan luka mereka.
Ya Allah bebaskan saudara-saudara kami yang tertawan dan kaum muslimin lain yang juga tertawan. Ya Allah bebaskan Syaikh Doktor ‘Umar ‘Abdur Rohman, Syaikh Rifa’iy Thoha, Syaikh Sulaiman al-‘Ulwan dan Syaikh Walid as-Sananiy, Syaikh Sa’id Alu Zu’ayr, Syaikh Faris Alu Syuwail (Abu Jandal al-Azdi), Syaikh Sulaiman Abu Ghoits dan Syaikh Abu Hafsh al-Muritaniy dari penawanan. Ya Allah bebaskan Syaikh Muhammad al-Fazaziy, Syaikh Abu Qotadah al-Filisthiniy, Syaikh Nashor al-Marshod dan seluruh kaum muslimin yang tertawan.
Ya Allah, terimalah saudara-saudara kami yang syahid. Sedangkan akhir seruan kami, segala puji bagi Allah Robb semesta ‘alam.

jalan masuk syurga bnyak tapi yang paliang hebat dan dominan adalah dua hal ini…..semoga kita bisa ya….

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 9 Maret 2011 inci Kuliah Bulanan, Staqofah

 

Sifat Dakwah Rasulullah

Dakwah dan Sifat Rasulullah
affan tulisan ini hanya untuk dibaca yang bisa saja…..he..he… affan ya…

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا (45) وَدَاعِيًا إِلَى اللَّهِ بِإِذْنِهِ وَسِرَاجًا مُنِيرًا (46) وَبَشِّرِ الْمُؤْمِنِينَ بِأَنَّ لَهُمْ مِنَ اللَّهِ فَضْلًا كَبِيرًا (47)
قال الإمام أحمد: عن عطاء بن يسار قال: لقيت عبد الله بن عمرو بن العاص فقلت: أخبرني عن صفة رسول الله صلى الله عليه وسلم في التوراة. قال: أجل، والله إنه لموصوف في التوراة بصفته في القرآن: { يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا } وحرزا للأميين، أنت عبدي ورسولي، سميتك المتوكل، لست بفظ ولا غليظ ولا سخاب في الأسواق، ولا يدفع السيئة بالسيئة، ولكن يعفو ويغفر ، ولن يقبضَه الله حتى يقيم به الملة العوجاء، بأن لا إله إلا الله، فيفتح بها أعينا عميا، وآذانا صما، وقلوبا غلفا”.
وقال وهب بن منبه: إن الله أوحى إلى نبي من أنبياء بني إسرائيل -يقال له: شعياء -أن قم في قومك بني إسرائيل، فإني منطق لسانك بوحي وأبعث أميا من الأميين، أبعثه [مبشرا] ليس بفظ ولا غليظ ولا سخاب في الأسواق، لو يمر إلى جنب سراج لم يطفئه، من سكينته، ولو يمشي على القصب لم يسمع من تحت قدميه، أبعثه مبشرا ونذيرا، لا يقول الخنا، أفتح به أعينا كُمْهًا ، وآذانا صما، وقلوبا غلفا، أسَدّده لكل أمر جميل، وأهب له كل خلق كريم، وأجعل السكينة لباسه، والبر شعاره، والتقوى ضميره، والحكمة منطقه، والصدق والوفاء طبيعته، والعفو والمعروف خلقه، والحق شريعته، والعدل سيرته، والهدى إمامه، والإسلام ملته، وأحمد اسمه، أهدي به بعد الضلالة، وأعلم به بعد الجهالة، وأرفع به بعد الخَمَالة، وأعرف به بعد النُّكْرَة، وأكثر به بعد القلة، وأغني به بعد العَيْلَة، وأجمع به بعد الفرقة، وأؤلف به بين أمم متفرقة، وقلوب مختلفة، وأهواء متشتتة، وأستنقذ به فِئامًا من الناس عظيمة من الهلكة، وأجعل أمته خير أمة أخرجت للناس، يأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر، موحدين مؤمنين مخلصين، مصدقين لما جاءت به رسلي ، ألهمهم التسبيح والتحميد، والثناء والتكبير والتوحيد، في مساجدهم ومجالسهم، ومضاجعهم ومنقلبهم ومثواهم، يصلون لي قياما وقعودا، ويقاتلون في سبيل الله صفوفا وزُحوفا، ويخرجون من ديارهم ابتغاء مرضاتي ألوفا، يطهرون الوجوه والأطراف، ويشدون الثياب في الأنصاف، قربانهم دماؤهم، وأناجيلهم في صدورهم، رهبان بالليل ليُوث بالنهار، وأجعل في أهل بيته وذريته السابقين والصديقين والشهداء والصالحين، أمته من بعده يهدون بالحق وبه يعدلون، أعز مَنْ نصرهم، وأؤيد مَنْ دعا لهم، وأجعل دائرة السوء على مَنْ خالفهم أو بغى عليهم، أو أراد أن ينتزع شيئا مما في أيديهم. أجعلهم ورثة لنبيهم، والداعية إلى ربهم، يأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر، ويقيمون الصلاة ويؤتون الزكاة، ويوفون بعهدهم، أختم بهم الخير الذي بدأته بأولهم، ذلك فضلي أوتيه من أشاء، وأنا ذو الفضل العظيم.
ورواه الطبراني عن محمد بن نصر بن حميد البزاز البغدادي، عن عبد الرحمن بن صالح الأزدي، عن عبد الرحمن [بن محمد] بن عبيد الله العرزمي، بإسناده مثله . وقال في آخره: “فإنه قد أنزل علي: يا أيها النبي إنا أرسلناك شاهدا على أمتك ومبشرا بالجنة، ونذيرا من النار، وداعيا إلى شهادة أن لا إله إلا الله بإذنه، وسراجا منيرا بالقرآن”.
ثم قال ابن أبي حاتم: عن ابن عباس قال: لما نزلت: { يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا } -وقد كان أمر عليا ومعاذا أن يسيرا إلى اليمن -فقال: “انطلقا فبشرا ولا تنفرا، ويسرا ولا تعسرا، إنه قد أنزل علي: { يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ إِنَّا أَرْسَلْنَاكَ شَاهِدًا وَمُبَشِّرًا وَنَذِيرًا } .
Qs.4:41dan 36:65.
قال البخاري: حدثنا محمد بن يُوسُفَ، حدثنا سفيانُ، عن الأعْمَشِ، عن إبراهيمَ، عن عبيدة، عن عبد الله بن مسعود قال: قال لي النبي صلى الله عليه وسلم “اقرأ علي” قلت: يا رسول الله، أقرأ عليك وعليك أُنزلَ؟ قال: “نعم، إني أحب أن أسمعه من غيري” فقرأت سورة النساء، حتى أتيت إلى هذه الآية: { فَكَيْفَ إِذَا جِئْنَا مِنْ كُلِّ أُمَّةٍ بِشَهِيدٍ وَجِئْنَا بِكَ عَلَى هَؤُلاءِ شَهِيدًا } قال: “حسبك الآن” فإذا عيناه تَذْرِفَان.

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 4 Januari 2011 inci Kuliah Bulanan, Kuliah subuh

 

Mencari Syafa’at Rasulullah saw.

KULIAH DHUHA
MASJID JAMI’ AL-AZHAR JAKAPERMAI
“HAKIKAT SYAFA’AT”
M. Maryono,SH.I.,MA
Semua orang yang beriman kepada Allah dan rasul-Nya pasti akan masuk Surga, bahkan dengan iman seberat atom sekalipun. Hal tersebut merupakan janji Allah yang tidak diingkari. Namun, untuk dapat masuk surga dengan selamat tanpa singgah di neraka, orang tersebut harus mampu menyempurnakan imannya di dunia. Iman yang tidak sempurna berarti ada kotoran di dalamnya. Kotoran tersebut boleh jadi berupa dosa yang belum diampuni atau tapak tilas perbuatan maksiat yang membentuk menjadi karakter yang tidak terpuji, seperti hubbud dunya, iri, hasud, nifak dll. Apabila karakter-karakter tersebut belum mampu disucikan di dunia sehingga terbawa sampai mati, berarti orang tersebut mati dalam keadaan iman tidak sempurna. Untuk menyempurnakan imannya, berarti terlebih dahulu mereka harus dibakar dengan api neraka. Jadi orang beriman dimasukkan Neraka itu bukan untuk disiksa, tetapi disucikan imannya supaya pantas menjadi penduduk Surga.
Pada kesempatan ini kita akan membicarakan apa sebenarnya syafa’at itu? Siapa saja yang berhak mendapatkannya? Ada berapa syafa’at dan berapa syarat yang harus dipenuhi sampai syafa’at itu kita dapatkan. Ada apa tidak syafa’at itu pada hari qiyamat?
Ta’rif (pengertian)
Berikut ini adalah ta’rif syafa’at yang diberikan oleh beberapa ulama,
Imam Ibnu Jarir al-Thabari berkata:”
أبو جعفر: و”الشفاعة” مصدر من قول الرجل:”شفع لي فلان إلى فلان شفاعة وهو طلبه إليه في قضاء حاجته. وإنما قيل للشفيع”شفيع وشافع”
Syafa’at adalah isim masdar dari ucapan seorang laki-laki :”telah menolongku seseorang kepada orang lain dengan suatu pertolongan yaitu meminta untuk memenuhi kebutuhannya.
Lebih lanjut at-Thabari berkata:” syafa’at adalah orang yang menjalankan kelakuan yang baik atau kelakuan yang buruk yang selanjutnya menjadikan “pasangannya” dengan cara menirunya dan mengikutinya. Dengan demikian maka syafa’at dari Nabi bukan hanya efektif pada hari akhirat, tapi jauh sebelumnya di dunia, yaitu jika kita ingin mendapatkan syafa’at (dalam arti pertolongan dari Nabi, maka kita harus jadi syaf’un ( pasangan) yang menirunya mengikuti sunnahnya. Pemahaman ini terbit dari arti syafa’a-yasyfi’u-syaf’an wa syafaa’atan, yang artinya memberinya pertolongan sehingga yang diberinya pertolongan mengikutinya, menirunya dan menjadikannya pasangan atau dalam bahasa sehari-hari mitra yang sejalan.
Ibnu al-Astir menjelasakan:” kata syafa’at banyak disebutkan dalam al-Qur’an dan hadis Rasulullah baik yang berhubungan dengan dunia maupun diakhirat. Yang dimaksud syafa’at adalah permintaan untuk diampuni atas perbuatan dosa dan semua kesalahan diantara mereka.
Dalam kamus, Tajul ‘Urus, “ kata asy syafi’ (الشَّفِيْـعُ) adalah orang yang mengajukan syafa’at, bentuk jama’/pluralnya adalah syufa’a’ (شُفَعَاءُ) yaitu orang yang meminta untuk kepentingan orang lain agar keinginannya terpenuhi.
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyatakan bahwa :”yang dimaksud dengan syafa’at ialah pertolongan atau dukungan, sehingga “Barangsiapa yang memberikan syafa’at yang baik, maka ia akan memperoleh bagian dari- nya (pahala) atau ikut pada dosanya. Dalam suatu hadits shahih disabdakan: “Berikanlah syafa’at, niscaya kamu akan memperoleh pahala”. HR.Ahmad
Dalam kitab Manhaju Imam Syafi’I fi Isbaat al-Aqidah dikatakan:” syafa’at adalah meminta kebaikan kepada orang lain, “Syafa’at secara bahasa diambil dari kata (الشَفْعُ) yang merupakan lawan kata dari (الوِتْرُ). Sedangkan (الوِتْرُ) adalah ganjil atau tunggal. Kata (الشَفْعُ) berarti lebih dari satu yaitu dua, empat, atau enam. Dan (الشَفْعُ) dikenal dengan istilah bilangan ‘genap’.
Melihat interpretasi yang beragam ini bahwa syafa’at tidak hanya di akhirat saja melainkan juga bisa terjadi atau ada di dunia, imam ibnu Kasir menyatakan:”
ولهذا قال بعض السلف: ما شفع أحد في أحد شفاعة في الدنيا أعظم من شفاعة موسى في هارون أن يكون نبيًّا، قال الله تعالى: { وَوَهَبْنَا لَهُ مِنْ رَحْمَتِنَا أَخَاهُ هَارُونَ نَبِيًّا } .
Oleh karenanya telah berkata sebagian ulama salaf:”tidaka ada syafa’at seseorang kepada orang lain yang lebih besar kecuali syafa’atnya Nabi Musa kepada Nabi Harun untuk menjadi seorang Nabi. Seperti yang di jelaskan Allah swt dalam firmanya. Dan adalah wujud dari perminataan Nabi Musa kepada Allah قَدْ أُوتِيتَ سُؤْلَكَ يَا مُوسَى [ طه : 36
Dalam tafsir DEPAG ada keterangan bahwa Syafa’at adalah usaha perantaraan dalam memberikan sesuatu manfaat bagi orang lain atau mengelakkan sesuatu mudharat bagi orang lain. syafa’at yang tidak diterima di sisi Allah adalah syafa’at bagi orang-orang kafir., syafa’at yang baik Ialah: Setiap sya’faat yang ditujukan untuk melindungi hak seorang Muslim atau menghindarkannya dari sesuatu kemudharatan. syafa’at yang buruk ialah kebalikan syafa’at yang baik.
Jadi yang dimaksud dengan syafa’at disini adalah:” menggabungkan diri dengan orang lain dan memberikan pertolongan kepadanya dan menjadi pasangan baginya atau menjadi penolong dalam menjalankan kebaikan atau kejahatan, dan dengan demikian ia membantu memperkuatnya dan bersama-sama dengannya dalam hal yang menguntungkan atau merugikannya.

PEMBAGIAN SYAFA’AT RASULULLAH SAW.
2. Syafa’at yang benar.
Syafa’at yang benar ini harus memenuhi 3 syarat:
pertama, Ridho Allah swt. terhadap si perantara
kedua, Ridho Allah swt. terhadap yang mendapatkan syafa’at
Ketiga, Idzin dari Allah swt. untuk memberikan syafa’at. Dan Allah swt. tidak
akan memberikan idzin, kecuali setelah Dia meridhoi si perantara dan
yang menerima syafa’at.
Dalil atas syarat-syarat diatas ada banyak misalnya:”
Qs. Baqarah, 2:255:
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ
(Artinya: “Tidak ada yang bisa memberi syafaat di sisiNya kecuali
dengan idzinNya.”) (Al Baqoroh 255)
Qs.An-Najm, 53:26
  •               
26. dan berapa banyaknya Malaikat di langit, syafaat mereka sedikitpun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengijinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridhai (Nya).
Qs. Al-Anbiya’: 21:28
              
28. Allah mengetahui segala sesuatu yang dihadapan mereka (malaikat) dan yang di belakang mereka, dan mereka tiada memberi syafaatmelainkan kepada orang yang diridhai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya.
QS. Yunus:10:3:
•                                 
3. Sesungguhnya Tuhan kamu ialah Allah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy untuk mengatur segala urusan. tiada seorangpun yang akan memberi syafa’at kecuali sesudah ada izin-Nya. (Dzat) yang demikian Itulah Allah, Tuhan kamu, Maka sembahlah Dia. Maka Apakah kamu tidak mengambil pelajaran?
Syafa’at terbesar adalah syafa’at yang menjadi kekhususan Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam di hari kiamat kelak. Pada waktu itu
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menjadi perantara dari manusia
untuk memohon kepada Allah agar mereka bisa mendapatkan kenyamanan dipadang mahsyar, ketika seluruh manusia dikumpulkan untuk diadili. Sebagaimana yang kita ketahui, hari tersebut adalah hari yang sangat dahsyat. Matahari berada di atas kepala kita dalam jarak satu mil.

Keringat bercucuran deras sesuai dengan amalan masing-masing. Ada yang
keringatnya semata kaki, ada yang sepinggang, ada yang seleher bahkan
ada yang tenggelam di dalam keringatnya sendiri. Manusia menunggu di
dalam waktu yang lama dan hati yang gelisah, “Di manakah tempatku
nanti?”
Ketelanjangan tidaklah menjadi perhatian disebabkan dahsyatnya hari
tersebut. Di saat-saat yang sulit tersebut, sekelompok orang datang
kepada Nabi Nuh AS agar dia berdoa kepada Allah swt. untuk meringankan
beban mereka. Akan tetapi Beliau AS tidak sanggup. Pergilah mereka
kepada Ibrahim, kemudian Musa, kemudian Isya AS. Tetapi seperti halnya
Nuh, mereka pun tidak bisa memenuhi keiinginan mereka. Akhirnya
rombongan tersebut pergi kepada semulia-mulianya makhluk, Muhammad
shalallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam bersujud dalam waktu yang sangat panjang. Beliau juga
mengucapkan puji-pujian kepada Allah swt. dengan pujian yang tidak
pernah disebutkan sebelumnya. Akhirnya Allah swt. pun mengjinkan Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam memberi syafa’at kepada manusia -agar
mereka mendapatkan keringanan dari beban-beban yang menghimpit mereka
pada hari yang sangat dahsyat tersebut-. Inilah yang disebut Syafa’at
Udzhma atau syafa’at terbesar -yang hanya menjadi hak khusus bagi
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Kisah ini dibawakan oleh Al
Imam Bukhari dalam kitab Shohih beliau.
Selain syafa’at terbesar ini, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam
juga memiliki hak khusus di dua syafa’at yang lain.
Yang pertama adalah, syafa’at untuk penduduk surga agar mereka bisa masuk ke dalamnya. Ini dikarenakan ketika para penduduk surga sudah berhasil menyebarangi jembatan ash shiroth dan sampai kepada pintu surga, mereka mendapatkan pintu-pintu surga dalam keadaan tertutup. Maka mereka membutuhkan seseorang sebagai perantara mereka untuk membuka pintu-pintu tersebut. ALLAH kumpulkan mereka sampai mereka mendekati surga. Mereka berseru kepada Adam, “Wahai bapak kami, tolong minta agar pintunya dibukakan buat kami!” Akan tetapi beliau tidak sanggup sampai akhirnya para penduduk surga meminta kepada Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam. Maka beliaupun berdiri dan mendapatkan
idzin agar pintu-pintu tersebut dibuka. Kisah ini dibawakan oleh Imam
Muslim dalam kitab Shohih beliau.
Syafaat berikutnya yang hanya menjadi hak khusus bagi Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam adalah syafaat untuk pamannya Abu Thalib.
Abu Thalib semasa hidupnya selalu membantu dan membela Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam. Orang-orang harus berpikir panjang untuk
mengusik Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dikarenakan pembelaan
yang dilakukan oleh pamannya tersebut. Sayang sekali ketika menjelang
ajalnya, Abu Thalib enggan untuk mengucapkan kalimat tauhid, “Laa
ilaaha illallah”. Diapun mati dalam keadaan kafir dan berhak atas
neraka. Akan tetapi karena jasanya di dalam membela Islam, Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam mendapatkan hak khusus untuk memberikan
syafa’at kepada pamannya tersebut. Syafa’at tersebut berupa peringanan
adzab yang harus ditanggung oleh Abu Thalib, bukan syafa’at untuk
mengeluarkan dia dari neraka. Bentuknya hanya peringanan adzab. Dan
ini hanya menjadi hak Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam saja,
juga khusus untuk satu orang saja, yaitu Abu Tholib -disebabkan
pembelaan dan pertolongan dia kepada dakwah-
Ketiga syafa’at di atas adalah syafa’at yang khusus bagi Rasulullah
shalallahu ‘alaihi wa sallam saja. Selain itu ada beberapa syafa’at
yang menjadi hak umum. Tidak hanya untuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi
wa sallam saja, tetapi juga untuk orang-orang mukmin yang lain.
Misalnya syafa’at bagi mereka yang berhak masuk neraka agar tidak jadi
dimasukkan ke dalamnya. Pemberian syafaat untuk mereka ini selain
menjadi hak Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam juga menjadi hak
untuk selain beliau.
Begitu juga syafa’at bagi mereka yang sudah masuk ke dalam neraka agar
mereka keluar darinya dan juga syafa’at bagi mereka yang sudah masuk
ke dalam surga agar ditinggikan kedudukannya dari semula. Mereka yang
bisa memberikan syafa’at ini bisa mereka yang mati syahid, mereka yang
wafat ketika kecilnya -dan memberi syafa’at untuk kedua orangtuanya-,
para malaikat, dan yang lainnya.
Ada diskusi yang disampaikan oleh al-Qurtuby dalam tafsirnya tentang adanya “syafa’at orang yang sudah masuk nereka”. Al-Qurtuby menyatakan bahwa madhab orang-orang yang benar adalah mereka akanmendaparkan syafa’at, akan tetapi orang-orang mu’tazilah berpandangan mereka akan akan kekal didalam neraka karena tidak ada syafa’at. Selanjutnya al-Qurtuby mengatakan:”
قلنا : إنما يطلب كل مسلم شفاعة الرسول ويرغب إلى اللَّه في أن تناله؛ لاعتقاده أنه غير سالم من الذنوب ولا قائم لله سبحانه بكل ما افترض عليه؛ بل كل واحد معترف على نفسه بالنقص فهو لذلك يخاف العقاب ويرجو النجاة؛ وقال صلى الله عليه وسلم : ” لا ينجو أحد إلا برحمة الله تعالى فقيل : ولا أنت يا رسول الله؟ فقال : ولا أنا إلا أن يتغمّدني الله برحمته ”
Imam An-Naqasy berkata bahwa RAsulullah memiliki tiga syafa’at yakni:”
قال النقاش لرسول الله صلى الله عليه وسلم ثلاث شفاعات : العامة ، وشفاعة في السبق إلى الجنة ، وشفاعة في أهل الكبائر
Selanjutnya Ibnu ‘Atiyah berkata bahwa Rasulullah hanya memiliki dua syafa’at saja yaitu:”
ابن عطية : والمشهور أنهما شفاعتان فقط : العامة ، وشفاعة في إخراج المذنبين من النار . وهذه الشفاعة الثانية لا يتدافعها الأنبياء بل يشفعون ويشفع العلماء
Berbeda dengan an-Naqasy dan Ibnu ‘Atiyah imam Abu al-Fadl bin Iyad beliu berpendapat bahwa Rasulullah memiliki lima syafa’at:”
شفاعات نبينا صلى الله عليه وسلم يوم القيامة خمس شفاعات : العامة . والثانية في إدخال قوم الجنة دون حساب . الثالثة في قوم من موحِّدِي أمته استوجبوا النار بذنوبهم فيشفع فيهم نبينا صلى الله عليه وسلم ، ومَن شاء الله أن يشفع ويدخلون الجنة . وهذه الشفاعة هي التي أنكرتها المبتدعة الخوارج والمعتزلة ، فمنعتها على أصولهم الفاسدة ، وهي الاستحقاق العقلي المبنيّ على التحسين والتقبيح . الرابعة فيمن دخل النار من المذنبين فيخرجون بشفاعة نبينا صلى الله عليه وسلم وغيره من الأنبياء والملائكة وإخوانهم المؤمنين .الخامسة في زيادة الدرجات في الجنة لأهلها وترفيعها ، وهذه لا تنكرها المعتزلة ولا تنكر شفاعة الحشر الأوّل .
2. Syafa’at yang Batil (manfiyyatun)
Syafa’at yang batil, yaitu syafa’at yang orang-orang musyrik
bergantung kepada berhala-berhala mereka, di mana mereka menyembah
berhala-berhala tersebut dalam keadaan menyangka bahwa berhala-berhala
tersebut adalah sebagai perantara -antara mereka dengan Allah- untuk
menyampaikan doa-doa mereka.
Dalil dari al-Qur’an tentang keyakinan mereka:
Qs: Yunus:10:18
                               
18. dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada Kami di sisi Allah”. Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?”[678] Maha suci Allah dan Maha Tinggi dan apa yang mereka mempersekutukan (itu).
Qs. Az-Zumar:39:3
                 •          •        
3. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan Kami kepada Allah dengan sedekat- dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.
Qs. Al-Baqarah:2:48:
•                   
48. dan jagalah dirimu dari (azab) hari (kiamat, yang pada hari itu) seseorang tidak dapat membela orang lain, walau sedikitpun; dan (begitu pula) tidak diterima syafa’at[46] dan tebusan dari padanya, dan tidaklah mereka akan ditolong.
Qs. Al-Baqarah:2:254:
                      
254. Hai orang-orang yang beriman, belanjakanlah (di jalan Allah) sebagian dari rezki yang telah Kami berikan kepadamu sebelum datang hari yang pada hari itu tidak ada lagi jual beli dan tidak ada lagi syafa’at[160]. dan orang-orang kafir Itulah orang-orang yang zalim.
Qs. Ghofir:40:18:
               
18. berilah mereka peringatan dengan hari yang dekat (hari kiamat yaitu) ketika hati (menyesak) sampai di kerongkongan dengan menahan kesedihan. orang-orang yang zalim tidak mempunyai teman setia seorangpun dan tidak (pula) mempunyai seorang pemberi syafa’at yang diterima syafa’atnya.
Qs. Al-Mudasir:49
    
48. Maka tidak berguna lagi bagi mereka syafa’at dari orang-orang yang memberikan syafa’at.
Dari sekian banyak ayat diatas imam Syafi’I berkata:” bahwa tidak ada yang bermanfat atas ketetapan pengakuan mereka tentang syafaat nabi Muhammad saw.. nanti pada hari qiyamah,
Seperti halnya seorang rakyat yang ingin menyampaikan maksudnya kepada
seorang raja. Tak mungkin ada jalan yang sulit baginya untuk dapat
langsung menyampaiklan maksudnya kepada raja kecuali melalui
perantaraan orang-orang terdekat raja yang memiliki kedudukan khusus
di sisinya. Mereka beranggapan bahwa berhala-berhala mereka, wali-wali
mereka, mempunyai kedudukan khusus di sisi Allah swt. Dengan demikian,
menyampaikan keinginan kepada Allah swt. melalui doa-doa, akan lebih cepat
sampai jika melalui perantaraan mereka.
Tentu saja analogi (perumpamaan/permisalan- ed) di atas tidak bisa
dibenarkan. Seorang raja, bagaimanapun berkuasanya dia tetap saja dia
adalah seorang manusia yang mempunyai banyak kekurangan. Dia
membutuhkan orang-orang yang dapat membantu di dalam tugasnya. Bahkan aspirasi dari rakyatnya pun tidak semuanya bisa diketahui disebabkan keterbatasannya itu. Wajar saja peran orang khusus -pada kondisi ini sangat berarti bagi mereka yang ingin menyampaikan aspirasinya.
Akan tetapi Allah swt. adalah Dzat yang Maha Sempurna. Dia
Maha Kaya lagi Maha Mengetahui. Tidak membutuhkan kepada suatu apapun
karena kekayaan dan kekuasaan-Nya. Maha Mengetahui apa yang dilakukan
oleh hamba-Nya -lahiriah atau batiniah-. Allah Maha Mendengar doa para
hamba-Nya. Allah tidak membutuhkan perantara untuk mendengarkan doa
hamban-hamba-Nya.
Terlebih yang dijadikan perantara adalah orang-orang yang sudah mati
tak berdaya apa-apa. Tidak mampu untuk menolong atau mencelakakan.
Bahkan merekalah yang lebih berhak untuk ditolong. Bahkan ketika
orang-orang musryik Quraisy melakukan demikian, hal ini dianggap
peribadatan kepada selain Allah dan termasuk bentuk kesyirikan. Demikianlah yang disampaikan Abdul Wahab al-Uqaily dalam kitabnya Manhaj Imam Syafi’I fi isbati al-Aqidah. S.291-2.

Dan diberitakan oleh Nabi s.a.w.: “bahwa beliau pada hari kiamat akan bersujud kepada Allah dan menghaturkan segala pepujian kepadaNya, beliau tidak langsung memberi syafaat lebih dahulu, setelah itu baru dikatakan kepada beliau: “Angkatlah kepalamu, katakanlah niscaya ucapanmu pasti akan didengar, dan mintalah niscaya permintaanmu akan dikabulkan, dan berilah syafa”at niscaya syafa”atmu akan diterima”.) HR. Bukhori, juz.5/2402
Renungkanlah hadis diatas bahwa Rasulullah tidak bisa secara langsung memberikan syafa’at, beliu dapat emberikan syafaat setelah bersujud dan kemudian mendapat izin dari Allah swt.

Abu Hurairah r.a. bertanya kepada beliau: “siapakah orang yang paling beruntung mendapatkan syafa”atmu?”, Beliau menjawab: “iaitu orang yang mengucapkan la Ilaha Illallah dengan ihlas dari dalam hatinya”. (HR. Bukhori dan Ahmad) dan dalam riwayat yang lain dikatakan, Rasulullah bersabda Barang siapa meminta kepada Allah untuk ku wasihlah maka halal baginya syafa’atku pada hari qiyamah. HR.Muslim
Syafa”at yang ditetapkan ini adalah syafaat untuk Ahlul Ikhlas Wattauhid (orang orang yang mentauhidkan Allah dengan ikhlas kerana Allah semata) dengan seizin Allah; bukan untuk orang yang menyekutukan Allah dengan yang lainNya.
Dan pada hakikatnya, bahwa hanya Allah lah yang melimpahkan kurniaNya kepada orang-orang yang ikhlas tersebut, dengan memberikan ampunan kepada mereka, dengan sebab doanya orang yang telah diizinkan oleh Allah untuk memperoleh syafa”at, untuk memuliakan orang tersebut dan menempatkanya di tempat yang terpuji.
Ada pertanyaan kemudian bagaimana dengan orang-orang yang saat ini meminta syafaat kepada Nabi pada saat ini? Maka jawabanya adalah :
1. Hal itu tidak boleh dilakukan karena syafaat hanya milik Allah kita tidak boleh meminta syafa’at kecuali hanya kepada Allah swt bukan yang lainya.
2. Rasulullah tidak akan memberikan syafa’atnya sekarang akan tetapi nanti pada hari qiyamah, itu dapat dilakukan oleh Rasulullah setelah beliu mendapat izin dari Allah swt.
3. Kalau yang diharapakan kita didunia adalah syafa’atu al-Udzma maka kita akan memperolehnya sesuai dengan hadis mashur.
4. Apabila yang diminta oleh kita adalah syafaat yang lain maka itu tidak akan didapatkan karena, untuk mendapatkan syafa’at itu adalah terpenuhinya syarat-syarat diatas. Hal ini sama dengan yang disampaikan Abu Hurairah diatas.
5. Ada banyak keterangan dari Rasulullah saw. Bahwa ummatnya akan masuk syurga dengan tanpa hisab dan adzab, ada juga ummatnya yang bisa memberi syafa’at kepada orang lain (mati syahid, bayi yang menunggal,HR Turmudzi),kenapa tidak mengejar hal itu atau menjadi orang-orang yang dijanjikan Rasulullah saw.
6. Rasulullah dalam banyak hadisnya menjelaskan bahwa syafa’atnya hanya untuk mereka yang meninggal dengan membawa dosa besar.(HR. Ahmad, Abu Dawud, dan Tirmidzi, ia berkata hadis ini Hasan Shahih gharib dan sanadnya shahih.
7. Wajib bagi setiap muslim untuk meminta syafa’at kepada yang memilikinya yakni Allah seraya berdoa:”Ya Allah jadikanlah kami,(aku,dan yang lainnya) orang-orang yang ahli mendapat syafaat Rasulullah. Maka doa seperti ini adalah wasyilah sariyaah yang akan bermanfaat bagi orang tersebut insya Allah. inilah Hakikatnya syafaat yang disampaikan ulama salaf shalih seperti imam Syafi’I ra.

SYARAT UNTUK MENDAPATKAN SYAFA’AT
Syafa’at yang benar ini harus memenuhi 3 syarat:
Pertama, Ridho Allah swt. terhadap si perantara
Kedua, Ridho Allah swt. terhadap yang mendapatkan syafa’at
Ketiga, Idzin dari Allah swt. untuk memberikan syafa’at. Dan Allah swt. tidak
akan memberikan idzin, kecuali setelah Dia meridhoi si perantara dan
yang menerima syafa’at.
Ketiga syarat itu dapat kita peroleh maka kita akanmendapakan syafaaat, pertolongna dari Allah, Rasulullah, malaikat dan manusia pada umumnya.
ORANG YANG AKAN MEMPEROLEH SYAFA’AT
Dalam banyak hadis yang shahih diriwayatkan, bahwa orang yang akan memperoleh syafa’at adalah sbb:
1. Orang yang berdoa setelah selesai adzan.
2. Orang yang banyak membaca shalawat kepadanya karena melakukan perintah Allah swt
3. Orang yang selalu meniti dijalan sunnah Rasulullah saw. Dan menjauhi bid’ah yang dikemukakan dan dilakukan orang-orang Yahudi dan Nasrani. Dalam hal ini ada banyk asar sahabat dan Tabi’in untuk melakukan sunnah dan menjauhi bid’ah, seperti yang dijelaskan oleh al-Qurtuby:”
قال سهل : لا أعلم حديثاً جاء في المبتدعة أشدّ من هذا الحديث :« حجب الله الجنة عن صاحب البدعة » قال : فاليهوديّ والنّصرانيّ أرجى منهم . قال سهل : من أراد أن يكرم دينه فلا يدخل على السلطان ، ولا يخُلَون بالنسوان ، ولا يخاصِمنّ أهل الأهواءوقال سفيان الثّوْرِي : البدعة أحبّ إلى إبليس من المعصية؛ المعصية يتاب منها ، والبدعة لا يتاب منها .
وقال ابن عباس : النظر إلى الرجل من أهل السنة يدعو إلى السنّة وينهى! عن البدعة ، عبادةٌ
قال البخاري: عن جابر بن عبد الله؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “من قال حين يسمع النداء: اللهم رب هذه الدعوة التامة، والصلاة القائمة، آت محمدا الوسيلة والفضيلة، وابعثه مقامًا محمودًا الذي وعدته، حَلَّت له شفاعتي يوم القيامة”.
قال أبو عيسى الترمذي: عبد الله بن كَيْسَان؛ أن عبد الله بن شداد أخبره، عن عبد الله بن مسعود؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “أولى الناس بي يوم القيامة أكثرهم علي صلاة”.
قال الإمام أحمد:، عن رُوَيْفع بن ثابت الأنصاري؛ أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: “من صلى على محمد وقال: اللهم، أنزله المقعد المقرب عندك يوم القيامة، وجبت له شفاعتي”.
وقد استحب أهل الكتابة أن يكرر الكاتب الصلاة على النبي صلى الله عليه وسلم كلما كتبه، وقد ورد في الحديث عن ابن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: “من صلى عليّ في كتاب، لم تزل الصلاة جارية له ما دام اسمي في ذلك الكتاب”
Ibnu Kasir juga menjelaskan tentang cara membaca shalawat kepada Rasulullah bahwa sholawat tidak hanya dibaca sekali atau dua kali dalam seumur hidup kita karena banyak hadis yang memerintahkan kepada kita untuk selalu membaca shaolawat kepada Nabi saw. Misalnya riwayat berikut ini:
قلت: وهذا قول غريب، فإنه قد ورد الأمر بالصلاة عليه في أوقات كثيرة، فمنها واجب، ومنها مستحب على ما نبينه.
فمنه: بعد النداء للصلاة؛ للحديث الذي رواه الإمام أحمد:
حدثنا أبو عبد الرحمن، حدثنا حيوة، حدثنا كعب بن علقمة، أنه سمع عبد الرحمن بن جبير يقول: إنه سمع عبد الله بن عمرو بن العاص يقول: إنه سمع رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول: “إذا سمعتم مؤذنا فقولوا مثل ما يقول ثم صلوا علي؛ فإنه من صلى عَليَّ صلاة صلى الله عليه بها عشرا، ثم سلوا لي الوسيلة، فإنها منزلة في الجنة لا تنبغي إلا لعبد من عباد الله، وأرجو أن أكون أنا هو، فمن سأل لي الوسيلة حلت عليه الشفاعة”.وأخرجه مسلم وأبو داود والترمذي والنسائي، من حديث كعب بن علقمة

أثر آخر، عن ابن طاوس، عن أبيه، سمعت ابن عباس يقول: اللهم تقبل شفاعة محمد الكبرى، وارفع درجته العليا، وأعطه سُؤْلَه في الآخرة والأولى، كما آتيت إبراهيم وموسى، عليهما السلام. إسناد جَيّد قوي صحيح

ومن ذلك: عند دخول المسجد والخروج منه: للحديث الذي رواه الإمام أحمد : عن أمه فاطمة بنت الحسين، عن جدته [فاطمة] بنت رسول الله صلى الله عليه وسلم قالت: كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا دخل المسجد صلى على محمد وسلم وقال: “اللهم اغفر لي ذنوبي، وافتح لي أبواب رحمتك”. وإذا خرج صلى على محمد وسلم، ثم قال: “اللهم اغفر لي ذنوبي، وافتح لي أبواب فضلك”

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 16 Juni 2009 inci Kuliah Bulanan

 

Bershalawat Kepada Nabi

Shalawat Kepada Nabi
Pada kesempatan yang mulia ini kita akan membicarakan fiqih shalat yakni bershalawat kepada Nabi Muhammad saw., kalimat-kalimat shalawat dan bagaimana hukumnya, serta doa setelah tashahud akhir.
Bershalawat
Waktu membacanya ialah ketika duduk akhir sesudah membaca tasyahud akhir. Adapun shalawat atas keluarga beliau menurut imam Syafii wajib bukan sunat, memnag dalam masalah ini ada khilaf yang akan kami uraikan nanti insya Allah. Lafadz shalawat:
عن أبي مسعود قال‏:‏ ‏”‏أتانا رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم ونحن في مجلس سعد بن عبادة فقال له بشير بن سعد‏:‏ أمرنا اللَّه أن نصلي عليك فكيف نصلي عليك قال‏:‏ فسكت رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم حتى تمنينا أنه لم يسأله ثم قال رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم‏:‏ قولوا اللَّهم صل على محمد وعلى آل محمد كما صليت على آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمدكما باركت على آل إبراهيم إنك حميد مجيد والسلام كما قد علمتم‏”‏‏.‏رواه أحمد ومسلم والنسائي والترمذي وصححه
Artinya: dari Ibnu Mas’ud .Rasulullah saw datang kepada kami, maka Basyir berkata kepada beliau,”Allah telah menyuruh kami supaya membacakan shalawat atas engkau. Bagaimanakah cara kami membaca shlawat atas engkau?”Beliau menjawab,”katakanlah olehmu,’Ya Tuhanku, berilah rahmat atas Nabi Muhammad dan atas keluarganya sebagaimana engkau telah memberi rahmat atas keluarga Nabi Ibrahim, dan berilah karunia atas Nabi Muhammad dan atas keluarga beliau sebagaimana Engkau telah memberi karunia atas keluarga Nabi Ibrahim. Sesungguhnya engkaulah Yang Amat Terpuji dan Amat Mulia,.” (Riwayat Ahmad, Muslim, Nasai, dan Tirmidzi)
Dalam riwayat yang lain diriwayatkan bahwa imam Baihaqi, dan Daruqutni mereka berpendapat bahwa riwayat ini hasan dan shahih, mereka menambahkan kata ‏”‏النبي الأمي ‏”‏”setelah kalimat “اللَّهم صل على محمد”. Sementara imam Abu Dawud menambahkan riwayat yang menyatakan bahwa setelah kalimat : ‏:‏ ‏”‏كما باركت على آل إبراهيمditambahkan dengan kalimat “‏‏”‏في العالمين‏”‏” ada juga riwayat yang menyatakan “khamidum majid”
Demikianlah riwayat-riwayat yang bervariasi dan berbeda-beda sehingga memberikan kita pemahaman bahwa membaca shalawat dengan berbagai riwayat itu dianjurkan. Hal ini sesuai dengan yang jelaskan oleh imam Nawawy dalam “Majmu’-nya” beliu berkata:’
قال النووي في شرح المهذب‏:‏ ينبغي أن تجمع ما في الأحاديث الصحيحة فتقول اللَّهم صل على محمد النبي الأمي وعلى آل محمد وأزواجه وذريته كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمد وأزواجه وذريته كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد
Artinya:”Imam Nawawy berkata dianjurkan dan diperbolehkan untuk menngumpulkan beberapa riwayat yang shahih-shahih sehingga redaksi salawat itu akan berbunyi”
“اللَّهم صل على محمد النبي الأمي وعلى آل محمد وأزواجه وذريته كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم وبارك على محمد وعلى آل محمد وأزواجه وذريته كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد”
Imam Al-Iraqi berpendapat lain bahwa ada lima riwayat dalam membaca shalawat yang drajat hadisnya shahih ketika dikumpulkan riwayat-riwayat itu maka bacaan shalawat itu akan berbunyi seperti berikut:
اللَّهم صل على محمد عبدك ورسولك النبي الأمي وعلى آل محمد وأزواجه أمهات المؤمنين وذريته وأهل بيته كما صليت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم إنك حميد مجيد اللَّهم بارك على محمد النبي الأمي وعلى آل محمد وأزواجه وذريته كما باركت على إبراهيم وعلى آل إبراهيم في العالمين إنك حميد مجيد
Kalau selama ini kita membaca shalawat dan tidak cocok dengan riwayat-riwayat tersebut diatas sebaiknya kita mulai menghafalkan redaksi shalawat yang diatas. Karena dengan seperti itu kita ada peningkatan dari “katanya” menjadi ada dalil yang menjelaskan.
Hukum Membaca Shalawat
Para ahli fiqih berbeda pendapat tentang hokum membaca shalawat kepada nabi pada waktu shalat. Hal ini karena disebabkan hadis-hadis yang mereka riwayatkan diatas, misalnya ketika Rasulullah berkata “kullu” kalian ucapkanlah” sebagian ulama memahami bahwa perintah n
Nabi tersebut adalah menunjukan kewajiban. Sementara ulama yang lain memahami perintah itu adalah dalam rangka mengajarkan tatacara bershalawat kepada Rasulullah lalu Rasul menjelaskan dan tidak memerintahkan untuk membacanya sebagai suwatu kewajiban.
Sebagian ulama berpendapat bahwa membaca shalawat ketika duduk akhir sesudah membaca tasyahud akhir tidaklah wajib. Hadis tersebut tidak memberi ketentuan apakah shlawat itu di baca dalam shalat dan sesudah tasyahud akhir, yang dapat disimpulkan dari hadis tersebut hanya membaca shalawat di luar shalat. Yang berpendapat wajib dibaca dalam shalat sesudah membaca tasyahud akhir mengemukakan alasan bahwa pertanyaan dalam hadis tersebut menurut riwayat lain adalah pertanyaan mengenai cara membaca shalawat dalam shalat.
Sabda Rasulullah saw:
“Allah telah menyuruh kami supaya membaca shalawat atas engkau, maka bagaimanakah cara kami membaca shlawat atasmu. Kapan kami membaca salawat atasmu dalam salat kami?”Rasulullah saw menjawab,”katakanlah olehmu Allahumma….. dan seterusnya seperti yang tersebut dalam hadis pertama tadi.”(Riwayat Ibnu Khuzaimah, Daruqutni, dan Ibnu Hibban)
Dengan riwayat ini maka jelaslah bahwa yang dipersoalkan ialah membaca salawat dalam salat.
Sabda Rasulullah saw:
أخرجه ابن حبان والحاكم والبيهقي وصححوه وابن خزيمة في صحيحه والدارقطني من حديث ابن مسعود بزيادة‏:‏ ‏”‏كيف نصلي عليك إذا نحن صلينا عليك في صلاتنا‏”‏ وفي رواية‏:‏ ‏”‏كيف نصلي عليك في صلاتنا‏”‏
Dari Ibnu Mas’ud, dari Nabi saw,” apabila salah seorang di antara kamu telah membaca tasyahud dalam salat, hendaklah ia membaca Allahumma salli……..(salawat) sampai akhir.”(riwayat Baihaqi dan Hakim)
Berikut ini kami sampaikan dua kelompok yang berselisih tentang membaca shalawat kepada Nabi saw.
Kelompok pertama. Mereka berpendapat wajib membaca shalawat setelah tasyahud, pendapat ini dimotori oleh sahabat Umar dan Ibnu Umar, Ibnu Mas’ud,Jabir bin Zaid, al-Sya’by, Muhammad bin Ka’ab al-Qardy,Abu Ja’far al-Baqir, al-Hadi, al-Qasim, Imam Syafi’I, Ahmad bin Hambal, Ishaq, Ibnu al-Mawaz dan Abu Bakar bin al-‘Araby.
Kelompok yang kedua. Menurut Imam Syaukany pendapat ini adalah pendapat ulama jumhur yang mereka berpendapat bahwa membaca shalawat itu hukumnya tidak wajib. Diantara ulama yang berpendapat seperti ini adalah Imam Malik, Abu Hanifah, al-Syauri, al-Auza’I, al-Nasir dan yang lainnya.
Terlepas dari dua partai besar yang berseteru ada juga ulama seperti al-Thabari dan Thahawy yang berpedapat bahwa hal ini sudah terjadi ijmak (consensus) para ulama mutaqaddimin dan muta’akhirin bahwa mereka bersepakat tidaklah wajib bershalawat kepada Nabi.
Ada juga yang berpendapat bahwa tidak ada yang mengatakan wajib membaca shalawat kecuali Syafi’I dan ia terlambat dalam menentukan ijmaknya. Wallahu a’lam
Berikut ini ada hadis yang menjelaskan bahwa orang disunnahkan berdoa setelah membaca shalawat kepada Nabi saw.
وعن فضالة بن عبيد قال‏:‏ ‏”‏سمع النبي صلى اللَّه عليه وآله وسلم رجلا يدعو في صلاته فلم يصل على النبي صلى اللَّه عليه وآله وسلم فقال النبي صلى اللَّه عليه وسلم‏:‏ عجل هذا ثم دعاه فقال له أو لغيره إذا صلى أحدكم فليبدأ بتحميد اللَّه والثناء عليه ثم ليصل على النبي صلى اللَّه عليه وسلم ثم ليدع بعد ما شاء‏”‏‏.‏رواه الترمذي وصححه‏.‏
Dari Fudhalah bin Ubaid ia berkata:” Rasulullah mendengan seorang laki-laki yang berdoa di dalam shalat dan ia tidak membaca shalawat kepada Nabi; maka Rasulullah bersabda ketika engkau mulai berdoa maka mulailah dengan memuji Allah dan mengagungkannya kemudian bershalawatlah kepada Nabi kemudian memintalah sesukamu setelah itu. HR. Turmudzi Shahih
Imam Syaukani menjelsakn bahwa disyariatkan bagi orang yang ingin berdoa untuk membaca shalawat sebelum berdoa, sebagai wasyilah untuk dikabulkannya doa. Dalam hadis ini juga ada keterangan “maa Sya’a” meminta sesuka kita artinya setelah bertahmid bershalawat maka mintalah untuk kebahagian dunia dan akhirat. Wallahu a’lam

Doa Setelah Tasyahud Akhir
Nabi Muhammad memerintahkan kepada kita untuk berdoa setelah tasyahud akhir. Sunnah ini selalu dikerjakan oleh beliu, berikut ini dalil-dalil tentang disyariatkanya doa setelah tasyahud akhir.
عن أبي هريرة قال‏:‏ ‏”‏قال رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم‏:‏ إذا فرغ أحدكم من التشهد الأخير فليتعوذ باللَّه من أربع من عذاب جهنم ومن عذاب القبر ومن فتنة المحيا والممات ومن شر المسيح الدجال‏”‏‏.‏رواه الجماعة إلا البخاري والترمذي‏.‏
Dari sahabat Abi Hurairah ia berkata Rasulullah bersabda:”ketika salah satu dari kalian selesai melakukan tasyahud akhirmaka berlindunglah kepada Allah dari empat hal, siksa neraka jahannam, adzab kubur, fitnah kehidupan dan kematian, serta dari keburukan al-masih al-Dajjal. HR. Jama’ah kecuali al-Bukhari dan Turmudzi
وعن عائشة‏:‏ ‏”‏أن النبي صلى اللَّه عليه وآله وسلم كان يدعو في الصلاة اللَّهم إني أعوذ بك من عذاب القبر وأعوذ بك من فتنة المسيح الدجال وأعوذ بك من فتنة المحيا وفتنة الممات اللَّهم إني أعوذ بك من المغرم والمأثم‏”‏‏.‏رواه الجماعة إلا ابن ماجه‏.‏
Dalam hadis ‘Aisyah ini ada tambahan kalimat “al-Maqrami dan al-Ma’stami” yang artinya hutang dan berbuat dosa. Sementara dalam riwayat bukhari ada riwayat yang mendahulukan kata al-Ma’syami kemudian al-Maqrami”.
Dalam ketrangan yang disampaikan oleh imam Syaukany bahwa kita diperbolehkan menambah doa kita dengan banyak berlindung dari sesuatu yang dimata kita buruk dan sulit untuk ditinggalkan. Oleh karenya kita disunnahkan untuk membaca doa-doa ma’sturat yang sudah kita dalam sholat kita khususnya selesai tasyahud akhir.
Doa-doa yang datang dari Nabi dalam sholat
عن أبي بكر الصديق رضي اللَّه عنه‏:‏ ‏”‏أنه قال لرسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم‏:‏ علمني دعاء أدعو به في صلاتي قال‏:‏ قل اللَّهم إني ظلمت نفسي ظلمًا كثيرًا ولا يغفر الذنوب إلا أنت فاغفر لي مغفرة من عندك وارحمني إنك أنت الغفور الرحيم‏”‏‏.‏ متفق عليه‏.‏
وعن عبيد بن القعقاع قال‏:‏ ‏”‏رمق رجل رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم وهو يصلي فجعل يقول في صلاته اللَّهم اغفر لي ذنبي ووسع علي في ذاتي وبارك لي فيما رزقتني‏”‏‏.‏رواه أحمد‏.
وعن شداد بن أوس‏:‏ ‏”‏أن رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم كان يقول في صلاته اللَّهم إني أسألك الثبات في الأمر والعزيمة على الرشد وأسألك شكر نعمتك وحسن عبادتك وأسألك قلبًا سليمًا ولسانًا صادقًا وأسألك من خير ما تعلم وأعوذ بك من شر ما تعلم وأستغفرك لما تعلم‏”‏‏.‏رواه النسائي‏.‏
وعن أبي هريرة‏:‏ ‏”‏أن رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم كان يقول في سجوده اللَّهم اغفر لي ذنبي كله دقه وجله وأوله وآخره وعلانيته وسره‏”‏‏.‏رواه مسلم وأبو داود‏.‏
وعن عمار بن ياسر‏:‏ ‏”‏أنه صلى صلاة فأوجز فيها فأنكروا ذلك فقال‏:‏ ألم أتم الركوع والسجود فقالوا‏:‏ بلى قال‏:‏ أما أني دعوت فيها بدعاء كان رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وسلم يدعو به اللَّهم بعلمك الغيب وقدرتك على الخلق أحييني ما علمت الحياة خيرًا لي وتوفني إذا كانت الوفاة خيرًا لي أسألك خشيتك في الغيب والشهادة وكلمة الحق في الغضب والرضا والقصد في الفقر والغنى ولذة النظر إلى وجهك والشوق إلى لقائك وأعوذ بك من ضراء مضرة ومن فتنة مضلة اللَّهم زينا بزينة الإيمان واجعلنا هداة مهتدين‏”‏‏.‏رواه أحمد والنسائي‏.‏
في الصحيحين من حديث أنس بلفظ‏:‏ ‏”‏اللَّهم أحيني ما كانت الحياة خيرًا لي وتوفني ما كانت الوفاة خيرًا لي‏”
وعن معاذ بن جبل قال‏:‏ ‏”‏لقيني النبي صلى اللَّه عليه وآله وسلم فقال‏:‏ إني أوصيك بكلمات تقولهن في كل صلاة اللَّهم أعني على ذكرك وشكرك وحسن عبادتك‏”‏‏.‏رواه أحمد والنسائي وأبو داود‏.‏
وعن عائشة‏:‏ ‏”‏أنها فقدت النبي صلى اللَّه عليه وآله وسلم من مضجعها فلمسته بيدها فوقعت عليه وهو ساجد وهو يقول رب أعط نفسي تقواها زكها أنت خير من زكاها أنت وليها ومولاها‏”‏‏.‏رواه أحمد‏.‏

الحديث أخرجه مسلم وأبو داود والنسائي وابن ماجه من حديث عائشة بلفظ‏:‏ ‏”‏فقدت رسول اللَّه صلى اللَّه عليه وآله وسلم ذات ليلة فلمست المسجد فإذا هو ساجد وقدماه منصوبتان وهو يقول إني أعوذ برضاك من سخطك وأعوذ بمعافاتك من عقوبتك وأعوذ بك منك لا أحصي ثناء عليك أنت كما أثنيت على نفسك‏”‏ فيمكن أن يكون اللفظ الذي ذكره أحمد من أحد روايات هذا الحديث‏.‏
وعن ابن عباس‏:‏ ‏”‏أن النبي صلى اللَّه عليه وآله وسلم صلى فجعل يقول في صلاته أو في سجوده اللَّهم اجعل في قلبي نورًا وفي سمعي نورًا وفي بصري نورًا وعن يميني نورًا وعن شمالي نورًا وأمامي نورًا وخلفي نورًا وفوقي نورًا وتحتي نورًا واجعل لي نورًا أو قال واجعلني نورًا‏”‏‏.‏مختصر من مسلم‏

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada 28 Mei 2009 inci Kuliah Bulanan